Archive for 2016
Visi misi komisariat uninus
By : Unknown
Visi misi ketua Pergerakan mahasiswa islam indonesi komisariat universitas islam nusantara 2016-2017
Tag :
PMII,
peringati hari ibu, Kopri pmii uninus bagikan bunga dan galang dana.
By : Unknown
Memperingati hari ibu, Kopri pmii uninus membagikan bunga dan menggalang dana untuk panti jompo.

Bandung 22, desember 2016.
Hari ibu diperingati tiap tahun tepatnya pada tgl 22 desember. Dalam memperingatinya, masyarat mengadakan beragam kegiatan. Dalam hal ini, korp pergerakan mahasiswa islam indonesia putri (kopri) komisariat uninus kota bandung turut berpartisipasi dalam memperingati hari ibu. Rangkaian kegian nya dengan memberikan bunga untuk semua ibu yg sedang dalam perjalanan di sekitar stopan jl. Soekarno-hatta. Selain membagikan bunga, agenda memperingati hari ibu juga diperingati dengan menggalang dana yang nantinya akan disalurkan ke panti jompo.
Seluruh agenda peringatan hari ibu, sepenuhnya dilaksanakan dalam semangat menjunjung tinggi rasa kasih sayang pada seluruh ibu. karena seluruh ibu di indonesia merupakan orang hebat, karena tanpa nya kita tdk akan pernah ada.
Salam pergerakan !

Bandung 22, desember 2016.
Hari ibu diperingati tiap tahun tepatnya pada tgl 22 desember. Dalam memperingatinya, masyarat mengadakan beragam kegiatan. Dalam hal ini, korp pergerakan mahasiswa islam indonesia putri (kopri) komisariat uninus kota bandung turut berpartisipasi dalam memperingati hari ibu. Rangkaian kegian nya dengan memberikan bunga untuk semua ibu yg sedang dalam perjalanan di sekitar stopan jl. Soekarno-hatta. Selain membagikan bunga, agenda memperingati hari ibu juga diperingati dengan menggalang dana yang nantinya akan disalurkan ke panti jompo.
Seluruh agenda peringatan hari ibu, sepenuhnya dilaksanakan dalam semangat menjunjung tinggi rasa kasih sayang pada seluruh ibu. karena seluruh ibu di indonesia merupakan orang hebat, karena tanpa nya kita tdk akan pernah ada.
Salam pergerakan !
Periodisasi Sastra Indonesia (sastra nusantara)
By : Unknown
Assalamualaikum wr wb
salam sejahtera sejahtera bagi kita semua.
berbicara tentang sastra, tentunya belum afdhol nih kalau tidak mengetahui para pelaku sastra beserta karya-karyanya pada peradaban sastra di indonesia atau sering dikenal dengan periodisasi sastra.
Akan tetapi, sebelum membahas periodisasi sastra mari kita bahas secara singkat mengenai sastra itu sendiri.
Pengertian Sastra
Sastra berasal dari kata castra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang dan sebagainya.
Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya.
Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan “su” sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah..[1]
Dalam konteks kesenian,kesustraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian,yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan senimannya, sehingga sastra juga disamakan dengan cabang seni lain seperti seni tari,seni lukis, dan sebagainya.
- Pengertian Sastra dari Segi Ilmu Sastra
Ada tiga hal yang berkaitan dengan pengertian sastra, yaitu ilmu sastra teori sastra dan karya sastra. Ilmu sastra adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki secara ilmiah berdasarkan metode tertentu mengenai segala hal yang yang berhubungan dengan seni sastra.
Pengajaran tentang sastra biasanya bersumber dari pengetahuan tentang sastra. Pengetauhuan tentang sastra atau yang dikenal pula sebagai literary studies, oleh para ahli dibagi menjadi tiga cabang, yakni: teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra.[2]
Ilmu sastra sebagai salah satu aspek kegiatan sastra meliputi hal-hal berikut :
a. Teori sastra,yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas hokum-hukum,prinsip dasar,seperti struktur,sifat-sifat,jenis-jenis, serta sistem sastra.
b. Sejarah sastra,yaitu ilmu yang mempelajari sastra sejak timbulnya hingga perkembangan yang terbaru.
c. Kritik sastra,yaitu ilmu yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap karya sastra.kritik sastra dikenal juga telaah sastra.
Ketiga cabang ilmu tersebut tentunya mempunyai keterkaitan satu sama lain dalam rangka memahami sastra kesuluruhan(timbal-balik).
Sejarah Sastra
Kepulauan Nusantara yang terletak diantara benua Asia dan Australia dan diantara Samudra Hindia/ Indonesia dengan Samudra Pasifik/ Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat istiadat dan bahasa sendiri-sendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yaitu salah satu bahasa daerah di Nusantara. Bahasa Melayu digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di pantai timur pulau Sumatera. Kerajaan Melayu yang berpusat didaerah Jambi, pada pertengahan abad ke-7 (689-692) dikuasai oleh Sriwijaya yang beribu kota di daerah Palembang sekarang ini.
Periodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi sastra ialah pembagian sastra atau pembabakan sastra berdasarkan atas kurun waktu atau zamannya. Terjadinya periode sastra karena terjadinya perubahan zaman, pola pikir, serta gaya hidup yang akhirnya menghasilkan perubahan hasil sastra.
Setiap angkatan dalam suatu periodisasi sastra pasti memiliki karakteristik tersendiri. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau kita melihat terlebih dahulu tentang pengertian kata karakteristik. Karakteristik berasal dari kata dasar “karakter”. Menurut poerwadarminta (1984:445) karakter adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakteristik adalah 1 a ciri-ciri khusus ; 2 a mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu[3]
Berikut periodisasi sastra Indonesia beserta karyanya :
PERIODISASI SASTRA
Angkatan Pujangga Lama
Angkatan Sastra Melayu Lama
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 1945
Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan 1980 - 1990-an
Angkatan Reformasi
Angkatan 2000-an
1. Angkatan Pujangga Lama
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.
Karya Sastra Pujangga Lama :
Sejarah
Sejarah Melayu (Malay Annals)
Hikayat
Hikayat Aceh
Hikayat Amir Hamzah
Hikayat Andaken Penurat
Hikayat Djahidin
Hikayat Kadirun
|
Hikayat Masydulhak
Hikayat Pandawa Jaya
Hikayat Putri Djohar Manikam
Hikayat Sri Rama
Hikayat Tjendera Hasan
Tsahibul Hikayat
|
Syair
Syair Raja Mambang Jauhari
Syair Raja Siak
Kitab agama
Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
2. Angkatan Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra Angkatan Melayu Lama :
Robinson Crusoe (terjemahan)
Lawan-lawan Merah
Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
Kapten Flamberger (terjemahan)
Rocambole (terjemahan)
Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
Cerita Nyi Paina
Cerita Nyonya Kong Hong Nio
|
Nona Leonie
Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
Cerita Rossina
Nyai Isah oleh F. Wiggers
Drama Raden Bei Surioretno
Syair Java Bank Dirampok
Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
Nyai Permana
Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
|
3. Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya. Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis pada masa itu.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya. Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
Azab dan Sengsara (1920)
Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
Cinta dan Hawa Nafsu
Siti Nurbaya (1922)
La Hami (1924)
Anak dan Kemenakan (1956)
Tanah Air (1922)
Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
Cinta yang Membawa Maut (1926)
Salah Pilih (1928)
Karena Mentua (1932)
Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
Hulubalang Raja (1934)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
Tak Disangka (1923)
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Tak Membalas Guna (1932)
Memutuskan Pertalian (1932)
Darah Muda (1927)
Asmara Jaya (1928)
Pertemuan (1927)
Salah Asuhan (1928)
Pertemuan Djodoh (1933)
Menebus Dosa (1932)
Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
4. Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Pujangga Baru :
Dian Tak Kunjung Padam (1932)
Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
Layar Terkembang (1936)
Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)
Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
Tuan Direktur (1950)
Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
Belenggu (1940)
Jiwa Berjiwa
Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)
Habis Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A. Kartini (1945)
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1927)
Madah Kelana (1931)
Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
Kertajaya (1932)
Nyanyi Sunyi (1937)
Begawat Gita (1933)
Setanggi Timur (1939)
|
Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan
Pertjikan Permenungan
Kalau Tak Untung (1933)
Pengaruh Keadaan (1937)
Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
Sukreni Gadis Bali (1936)
I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng
Rindoe Dendam (1934)
Fatimah Hasan Delais
Kehilangan Mestika (1935)
Said Daeng Muntu
Pembalasan
Karena Kerendahan Boedi (1941)
Karim Halim
Palawija (1944) |
5. Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 :
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Atheis (1949)
Katahati dan Perbuatan (1952)
Suling (drama) (1948)
Tambera (1949)
Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
Kasih Ta' Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
6. Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an :
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Cerita dari Blora (1952)
Gadis Pantai (1965)
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Tak Ada Esok (1950)
Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Tanah Gersang (1964)
Si Djamal (1964)
Marius Ramis Dayoh
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas (1964)
Kemarau (1967)
|
Etsa sajak-sajak (1956)
Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Priangan si Jelita (1956)
Balada Orang-orang Tercinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah Bertualang (1963)
Simphoni (1957)
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
Pulang (1958)
Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
Purnawan Tjondronagaro
Mendarat Kembali (1962)
Datang Malam (1963)
|
7. Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966 :
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Tirani dan Benteng
Buku Tamu Musim Perjuangan
Sajak Ladang Jagung
Kenalkan
Saya Hewan
Puisi-puisi Langit
O
Amuk
Kapak
Meditasi (1976)
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Tergantung Pada Angin (1977)
Dukamu Abadi (1969)
Mata Pisau (1974)
Parikesit (1969)
Interlude (1971)
Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
Seks, Sastra, dan Kita (1980)
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
Wildan Yatim
Pergolakan (1974)
Seribu Kunang-kunang di Manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk
Lebaran di Karet
Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
Kelir Tanpa Batas
Para Priyayi
Jalan Menikung
Hilanglah si Anak Hilang (1963)
Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
Ismail Marahimin
Dan Perang Pun Usai (1979)
|
Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Telegram (1973)
Stasiun (1977)
Pabrik
Gres
Bom
Perjalanan ke Akhirat (1962)
Manifestasi (1963)
Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Pelabuhan Hati (1978)
Pelabuhan Hati (1978)
Monumen Safari (1966)
Catatan Putih (1975)
Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
Hukla (1979)
Ziarah (1968)
Kering (1972)
Merahnya Merah (1968)
Keong (1975)
RT Nol/RW Nol
Tegak Lurus Dengan Langit
M.A Salmoen
Masa Bergolak (1968)
Parakitri Tahi Simbolon
Ibu (1969)
Warisan (1979)
Khotbah di Atas Bukit (1976)
Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
Mahbub Djunaidi
Dari Hari ke Hari (1975)
Harijadi S. Hartowardojo
Perjanjian dengan Maut(1976)
Empat Orang Melayu
Jalan Lurus
|
8. Angkatan 1980 - 1990an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an :
Ladang Hijau (1980)
Sajak Penari (1990)
Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
Sembahyang Rumputan (1997)
Burung-burung Manyar (1981)
Bako (1983)
Dendang (1988)
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Canting (1986)
Lupus - 28 novel (1986-2007)
Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
Olga Sepatu Roda (1992)
9. Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
Penulis dan karya sastra angkatan reformasi
Widji Thukul
Puisi Pelo
Darman
10. Angkatan 200-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, sepertiAfrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami danDorothea Rosa Herliany.
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, sepertiAfrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami danDorothea Rosa Herliany.
Penulis dan karya sastra angkatan 200-an :
Negeri 5 Menara (2009)
Ranah 3 Warna (2011)
Laskar Pelangi (2005)
Sang Pemimpi (2006)
Edensor (2007)
Maryamah Karpov (2008)
Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Saman (1998)
Larung (2001)
Supernova 2: Akar (2002)
Supernova 3: Petir (2004)
Supernova 4: Partikel (2012)
Ayat-Ayat Cinta (2004)
Diatas Sajadah Cinta (2004)
Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
Dalam Mihrab Cinta (2007)
Garis Tepi Seorang Lesbian (2003)
Dejavu, Sayap yang Pecah (2004)
Jilbab Britney Spears (2004)
Sajak Cinta Yang Pertama (2005)
Malam Untuk Soe Hok Gie (2005)
Rebonding (2005)
Broken Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
Koella, Bersamamu dan Terluka (2006)
Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
Ziarah bagi yang Hidup (2004)
Parang Tak Berulu (2005)
Gugusan Mata Ibu (2005)
Atas Nama Malam
Sepotong Senja untuk Pacarku
Biola Tak Berdawai
Sumber
Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 117.
Mahayana, Maman S, Oyon Sofyan (1991). Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern. Jakarta: Grasindo. hlm. 370.
Yudiono (2007). Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. hlm. 167.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Demikian pembahasan mengenai periodisasi beserta karya sastra yang dihasilkan dari kurun waktu yang berbeda, semoga dapat bermanfaat.
terimakasih.
wassalamualaikum wr wb
ANALISIS UNSUR-UNSUR NOVEL Aku Harus Jadi Malaikat!
By : Unknown
Disampaikan
untuk memenuhi tugas terstruktur pada perkuliahan Kajian Prosa Fiksi Bahasa
Indonesia yang diampu oleh Hj. Hendang Setijoharti, Dra.
Nama : Tubagus Bakhtiar Rifa’i
NIM : (41032121131014)
Kelas : IV A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2015
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum wr wb
Segala
puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas terstruktur ini.
Tentunya
dalam penulisan ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja, karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya
milik Allah semata. Saya menyadari mungkin makalah ini tidak sebaik seperti
yang diharapkan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang tentunya
bertujuan untuk membangun demi kesempurnaan makalah – makalah selanjutnya.
Makalah
ini tidak akan sempurna tanpa bantuan dari pihak – pihak tertentu, saya
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah “kajian prosa fiksi” yang telah
memberikan gambaran dan bimbingannya dalam penulisan makalah ini. Sehingga
memotivasi saya untuk lebih berinisiatif dan memperbaiki kemungkinan kesalahan
yang terdapat dalam penulisan makalah ini.
Semoga
makalah ini tidak hanya dapat bermanfaat bagi saya pribadi, tetapi juga dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan lebih untuk dikembangkan.
Wassalamualaikum
wr wb
Bandung,
24 Mei 2015
A.
Teori Unsur Intrinsik dalam
Karya Sastra
Tema
Tema adalah gagasan pokok, yang dipakai sebagai dasar mengarang. Temamerupakan unsur penting. Tema lebih dari sesuatu yang dapat menjadi faktor pemersatu berbagai unsur-unsur yang bersama-sama membangun karya sastra.
Tema adalah gagasan pokok, yang dipakai sebagai dasar mengarang. Temamerupakan unsur penting. Tema lebih dari sesuatu yang dapat menjadi faktor pemersatu berbagai unsur-unsur yang bersama-sama membangun karya sastra.
Alur
Alur adalah penceritaan rentetan peristiwa yang penekanannya ditumpukan kepada sebab-akibat. Untuk merangkai peristiwa-peristiwa menjadi kesatuan yang utuh, pengarang harus menyeleksi kejadian mana yang perlu dikaitkan serta mana yang kiranya harus dipenggal ditengah-tengah. Hal yang demikian berguna untuk lebih menghidupkan cerita menjadi menarik sehingga pembaca berambisi untuk terus menekuninya.
Alur adalah penceritaan rentetan peristiwa yang penekanannya ditumpukan kepada sebab-akibat. Untuk merangkai peristiwa-peristiwa menjadi kesatuan yang utuh, pengarang harus menyeleksi kejadian mana yang perlu dikaitkan serta mana yang kiranya harus dipenggal ditengah-tengah. Hal yang demikian berguna untuk lebih menghidupkan cerita menjadi menarik sehingga pembaca berambisi untuk terus menekuninya.
Alur bisa dengan jalan progresif
(alur maju) yaitu dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa. Tahap
progresif bersifat linier. Jalan regresif (alur mundur) yaiu bertolak dari
akhir cerita, menuju tahap tengah atau puncak dan berakhir pada tahap awal.
Tahap regresif bersifat non linier. Ada juga tehnik pengaluran dari progresif
ke regresif. Selain yang tersebut diatas ada juga tehnik alur yang lain yaitu
tehnik tarik balik (back tracking) yang dalam tahap tertentu peristiwa ditarik
ke belakang.
Alur adalah sambung-sinambungnya
peristiwa berdasarkan hukum sebab-akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa
yang terjadi, tetapi yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu
terjadi, dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita.
Sebuah cerita bermula dan berakhir. Antara awal dan akhir ini lah terlaksana
alur itu. Tentu sudah jelas, alur memiliki bagian-bagian yang sederhana yang
dapat dikenal sebagai permulaan, pertikaian, dan akhir.
Struktur umum alur, dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. paparan (exposition)
2. rangsangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)
4. tikaian (conflict)
5. rumitan (complication)
6. klimaks (climax)
7. leraian (falling action)
8. selesaian (denouement)
- Alur Maju dimana ceritanya bergerak maju. Contoh
sederhana adalah misalnya cerpen itu awalnya menceritakan seorang anak
kecil dan berkembang / berakhir saat dia telah remaja.
- Alur mundur dimana ceritanya bergerak mundur, alias
flashback. Biasanya bercerita tentang latar belakang sebuah kejadian
misalnya cerita tentang seorang mantan veteran yang membayangkan kisah
hidup nya di masa muda.
- Campuran adalah cerita yang memiliki campuran alur maju
dan mundur. Biasanya cerita ini dimulai di tengah tengah sementara cerita
berkembang maju, beberapa kali ditampilkan beberapa potongan flash back
yang menjelaskan latar belakang cerita.
Penokohan
Penokohan merupakan proses yang
digunakan pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh pelaku cerita serta sifat
atau gambaran yang berkenaan dengannya. Tokoh yang terdapat dalam suatu cerita
memiliki peran yang berbeda-beda.
Menurut fungsinya, tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Tokoh Sentral, yaitu tokoh yang
menentukan gerak dalam sebuah cerita.
2. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang
mendukung suatu cerita baik tokoh protagonist, maupun antagonis.
3. Tokoh Pembantu, tokoh yang hanya
berfungsi melengkapi terjadinya suatu cerita.
Menurut perannya, tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:
- Tokoh
Protagonis, yaitu pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi
pembaca.
- Tokoh
Antagonis, yaitu pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak
yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan pembaca.
- Tokoh
Tritagonis, pelaku yang membantu dalam suatu cerita, baik tokoh
protagonist maupun antagonis.
Penokohan adalah penampilan watak atau karakter para tokoh oleh
pengarang.
Penampilan watak yang dilakukan pengarang ada tiga macam
cara, yaitu:
1. Cara Analitik, yaitu pengarang
secara langsung memaparkan watak tokoh-tokohnya. Misalnya, pengarang
menyebutkan watak tokoh yang pemarah, otoriter, sombong, kasar, dan sebagainya.
2. Cara Dramatik, yaitu watak tokoh
yang dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, perilaku, bahkan penampilan
fisik, lingkungan atau tempat tokoh, cara berpakaian dan pilihan nama tokoh,
dan sebagainya.
3. Cara Campuran, yaitu gambaran watak
tokoh menggunakan cara Analitik dan Dramatik secara bergantian.
Latar
Latar adalah tempat suatu peristiwa dalam cerita yang bersifat fisikal biasanya berupa waktu, tempat dan ruang. Termasuk di dalam unsure latar adalah waktu, hari, tahun, periode sejarah, dan lain-lain. Latar cerita mencakup keterangan-keterangan mengenai keadaan sosial dan tempat dimana peristiwa itu terjadi.
Latar adalah tempat suatu peristiwa dalam cerita yang bersifat fisikal biasanya berupa waktu, tempat dan ruang. Termasuk di dalam unsure latar adalah waktu, hari, tahun, periode sejarah, dan lain-lain. Latar cerita mencakup keterangan-keterangan mengenai keadaan sosial dan tempat dimana peristiwa itu terjadi.
Fungsi latar selain memberi ruang
gerak pada tokoh juga berfungsi untuk menghidupkan cerita. Dalam latar ini,
pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan
untuk membangun cerita yang utuh. Kemunculan latar dalam cerita disebabkan
adanya peristiwa, kejadian, juga adanya tokoh. Tokoh dan peristiwa membutuhkan
tempat berpijak, membutuhkan keadaan untuk menunjukkan kehadirannya.
Latar yang disebut juga sebagai
landas tumpu, menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:216).
Latar terbagi menjadi tiga kategori,
yaitu: tempat, waktu, dan sosial. Yangdimaksud sebagai latar tempat adalah
hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan
masalah-masalah historis, dan latar
sosial berhubungan dengan perilaku atau tata cara kehidupan kemasyarakatan, yang
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.
Sudut Pandang
Sudut pandang ialah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sudut pandang merupakan hasil karya seorang pengarang sehingga terdapat pertalian yang erat antara pengarang dengan karyanya.
Sudut pandang ialah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sudut pandang merupakan hasil karya seorang pengarang sehingga terdapat pertalian yang erat antara pengarang dengan karyanya.
Sudut pandang menyarankan pada cara
sebuah cerita kisahan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Pusat
pengisahan meliputi: narrator omniscient, narrator observer omniscient,
narrator the third person omniscient.
Sudut pandang cerita itu sendiri
secara garis besar dapat dibedakan kedalam 2 macam: persona pertama, gaya
“aku”, dan persona kedua gaya “dia”.
1. Sudut pandang orang pertama yaitu
pengarang menempatkan dirinyasebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita.
Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Walau demikian, sudut pandang ini
bisa dibedakan
berdasarkan kedudukan “Aku”. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita?
atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokohlainnya?
2. Sudut pandang orang ketiga yaitu
pengarang menempatkan dirinya sebagainarator yang berada di luar cerita, atau
tidak terlibat dalam cerita. Dalamsudut pandang ini, narator menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “dia” atau
“ia”. Sudut pandang orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan
danketerikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang
ataunarator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa
menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata
lain hanya bertindak sebagai pengamat.
Amanat
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang. Amanat dipakai pengarang untuk menyampaikan tanggung jawab problem yang dihadapi pengarang lewat karya sastra.
Amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang. Amanat dipakai pengarang untuk menyampaikan tanggung jawab problem yang dihadapi pengarang lewat karya sastra.
Istilah amanat berarti pesan. Amanat
cerita merupakan pesan pengarang kepada pembaca. Pesan yang hendak disampaikan
mungkin tersurat, tetapi mungkin juga tidak jelas, samar-samar atau tersirat.
Gaya
Bahasa
Bahasa dalam karya sastra mempunyai
fungsi ganda. Ia tidak hanya sebagai alat penyampaian maksud pengarang,
melainkan juga sebagai penyampai perasaan. Pengarang dalam menyampaikan
tujuannya dapat menggunakan cara-cara lain yang tidak kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Cara-cara tersebut misalnya dengan menggunakan
perbandingan-perbandingan, menghidupkan benda-benda mati, melukiskan suatu
keadaan dan menggunakan gaya bahasa yang berlebihan.
Gaya bahasa meliputi; Personifikasi,
Perbandingan Metafora, Alegori, Perumpamaan, Majas Hiperbola, Pertentangan
ironi, Litotes, Metonimia, Pertautan Alusio, Eufimisme, Sinekdok, dan
Parsprototo Totemproparte.
B. Analisis Unsur-unsur Novel
Judul
: Aku Harus
Jadi Malaikat!
Pengarang
: Zakiyah D. Aziz
Penerbit
: DIVA Press
Tempat dan Tahun
Terbit : Jogjakarta, Mei 2013
Cetakan
: Pertama
Tebal Novel
: 259
halaman
SINOPSIS NOVEL
Ketidak
sanggupan dalam menghadapi kenyataan yang begitu pahit, seorang yang dulunya
tampan nan gagah perkasa kini ia hrus menjalani kehidupannya dengan satu kaki.
Hal tersebut membuat seorang Adi Nugroho menjalani kesehariannya dalam sebuah
keterpurukan yang menkutkan, seakan tak percaya bahwa sekarang ia adalah
seorang BUNTUNG. Kurang lebih selama dua bulan Adi mengurung dirinya hanya
melakukan segala aktivitasnya didalam kamar.
Suatu kejadian
yang tidak akan pernah Adi lupakan, saat Adi dan teman-temannya menonton sebuah
konser musik di Ancol, sebuah kecelakaan kecil terjadi.karena banyaknya
penonton hingga berdesak-desakan, sandal yang Adi kenakan pun terlepas. Dan
saking asyiknya Adi mengikuti deru irama musik yang menghentak Adi pun tidak
memperhatikan tanah yang ia injak dan ternyata ada pecahan botol dari bahan
beling. Darah pun seketika mengalir dari telapak kakinya. Namun ia pikir itu
hanyalah luka biasa yang tidak berbahaya. Itulah awal dari peristiwa tragis
yang saat ini ia alami. Luka yang dulunya ia acuhkan lama-lama membengkak, dan
terinfeksi titanus. Dari situlah Dokter menyarankan agar kakinya segera di
amputasi, kalau tidak ingin penyakit itu menjalar keseluruh tubuh dan bisa
menyebabkan kematian.
Berkat
dukungan kelurga dan sahabatnya yang tak lelah-lelahnya memberikan suntikan
semangat kepada Adi walaupun terkadang Adi menanggapinya dengan sikap acuh tak
acuh bahkan malah balik memarahi mereka.tetapi berkat mereka lah, kini perlahan
tapi pasti Adi mulai meninggalkan keterpurukan yang menimpanya, ia mulai mau
keluar rumah dengan adik-adiknya guna berolah raga pagi. Membuka les privat
walaupun muridnya hanya satu,yaitu Farida siswi kelas 3 SMP yang tidak lain
adalah adik dari sahabatnya Firman, yang baru dikenalkannya ketika bertemu
dijalan sewaktu Adi jalan-jalan pagi.
Melihat
perkembangan anaknya yang mulai menjalani kehidupannya seperti semula, Bapaknya
Adi pun berinisiatif untuk membelikannya kaki palsu atau sering disebut “Kaki
Robocop”, hal tersebut disambut bahagia oleh Adi, karena Adi sendiri juga akan
melanjutkan kuliahnya yang sempat berhenti karena kejadian itu, Adi dibantu
oleh Firman dan temannya Bambang seorang aktivis kerohanian yang ada dikampus
adi memutuskan untuk tinggal dikost-kostan dekat kampus bersama Bambang,
meskipun awalnya orangtua Adi tidak mengijinkannya untuk tinggal dikost tetapi
setelah diberi pengarahan oleh Firman dan Bambang akhirnya kedua orangtuaku
mengijinkan walaupun penuh dengan rasa kekhawatiran. Tidak hanya itu, Adi juga
mengikuti sebuah kgiatan yang mungkin menurut kita tidak mungkin dilakukan oleh
seorang yang BUNTUNG seprti Adi, sebab untuk mengurus dirinya sendiri saja
mungkin dia masih kesulitan, apa lagi harus mendaki gunung Pangrango, puncak
tertinggi Jawa Barat. Tapi Adi membuktikan bahwa ia mampu menaklukkan dirinya
sendiri walau dengan keterbatasan yang ia miliki.
Pada
awal-awal Adi tinggal dikost, Adi merasakan kesulitan bahkan sempat putus asa,
tetapi berkat bantuan teman-temannya dikost, ia bisa menjalaninya dengan tegar,
sekarang ia harus menyiapkan sendiri, yang tadinya segala sesuatu Ibu yang
menyiapkan segala keperluannya. Kini ia tumbuh menjadi seorang yang mandiri.
Dikampus
Adi menjadi salah satu anggota Aktivis kerohanian, itu karena sahabatnya Firman
dan Bambang yang sering mengajaknya menghadiri pengajian-pengajian yang ada
dikampus dan sekitarnya, hingga suatu saat Firman mengajak Adi untuk pergi
kesebuah Panti Asuhan yang sering Firman kunjungi. Kebetulan Panti Asuhan
tersebut sedang mengadakan kegiatan
rutin untuk memberikan motivasi kepada anak yatim yang ada pada Panti Asuhan
tersebut, ketika acara dimulai ternyata Firman menunjuk Adi untuk menjadi
pembicara dalam kegiatan tersebut, mau tidak mau Adi harus menjadi pembicara,
karena Ibu Fatimah Selaku pengasuh Panti Asuhan tersebut mempercayakan itu
kepada Adi. Adi pun menceritakan semua kisah hidupnya yang penuh dengan
keharuan, sontak seisi Aula menangis haru, hingga Ibu Fatimah pun juga terlihat
prihatin atas kisah kehidupan Adi. Seorang BUNTUNG yang dulunya hanya bisa
mengeluh dan menyesal atas nasib yang ia dapatkan, kini menjadi seorang yang
mandiri dan sanggup menjalani kerasnya kehidupan. Dari situ lah Adi mulai aktif
menjadi seorang Motivator dalam setiap kegiatan yang ia ikuti.
Selain itu,
Adi juga mulai memikirkan keinginannya dulu yang ingin membelikan rumah mewah
seprti yang ada pada kawasan perumahan elite di daerah Kebayoran Baru. Tapi ia
sadar diri, dia hanyalah seorang mahasiswa cacat yang masih meraba-raba masa
depannya. Dari situlah ia berusaha untuk berusaha mewujudkan keinginannya itu,
sampai suatu ketika saat ia berada di Panti Asuhan yang biasa ia dan Firman
kunjungi, ia diutus oleh Ibu Fatimah untuk menemui anaknya yang bukan lain
adalah seorang pengusaha properti yang sangat sukses, ia berpikir.“Kalau hanya
uang untuk pembangunan rumah mah gampang, yang penting tahu ilmunya dulu dari
si tukang pembuat bangunan.” Mungkin dari sini lah tumbuh rasa untuk dapat
mewujudkan keinginannya yaitu memblikan rumah yang mewah untuk Orang tuanya.
Keesokan harinya ia berangkat ke kantor yang ditunjukkan oleh Ibu Fatimah untuk
menemui anaknya itu. Ternyata Pak Herman namanya, seorang yang katantya
pengusaha sukses, namun sungguh bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek
dan celana kain yang duduk di sebuah kantor yang cukup mewah. Di sana Adi
disambut dengan sangat ramah, hingga akhirnya Adi diberi sebuah pekerjaan
dibidang marketing atau bagian pemasaran, walaupun kedengarannya sangat sulit,
tapi Adi tetap mengambilnya. Lumayan untuk tambahan uang kuliah sekaligus
belajar menjadi seorang pengusaha walaupun dimulai dari pekerjaan yang paling
rendah, walau pun demikian, untuk menjadi seorang penguaha harus bisa menjual,
karena kemampuan menjual adalah salah satu skill yang mesti dimiliki jika kita
ingin menjadi pengusaha.
Hari demi
hari bulan demi bulan telah Adi lewati dengan segala keterbatasannya,
sampai-sampai dia lupa kalau sudah terlalu lama ia meningglaikan tugas
skripsinya. Ia pikir menjadi motivator meskipun kelas kampungan itu lebih
mengasyikkan dari pada harus bergelut dengan proposal skripsi yang
super-super membingungkan, belum lagi dengan dosennya yang super killer, itu
semua akan membuat hari-harinya dalam kebingungan yang tak berujung. Hingga
akhirnya karena dukungan keluarga dan sahabat-sahabatnya ia mulai menggarap
skripsiny itu, tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan tinggal melanjutkan
judul skripsi yang dulu dan cukap dua minggu pun jadi, akhirnya dia pun lulus
dan diwisuda.
Kejutan pun
tiba. Tanpa harus susah payah melamar pekerjaan, Adi langsung ditawari oleh Pak
Herman untuk menjadi asisten Mas Aji seorang manager marketing yang tugasnya
bertemu dengan para klien, presentasi, dan bernegosiasi. Dari sana lah Adi
mendapatkan relasi yang cukup banyak. Saking asyiknya bergelut dengan
pekerjaannya, sampa-sampai tidak terpikir untuk mencari pasangan hidup. Hingga
suatu ketika Firman datang kerumahku bersama dengan dua orang wanita, ternyata
itu istri dan adiknya, mereka berbicang-bincang, dan tak tahu mengapa Ibu
menanyakan “apakah Farida sudah mempunyai calon atau belum,? Kalau belum, Adi
juga belum lho!” ternyata kalau sudah jodoh memang tidak akan kemana-mana,
Farida pun mau dengan Adi yang hanya seorang buntung, dan akhirnya mereka pun
menikah
Tak selesai
sampai disitu, Adi mencoba untuk merintis sebuah perusahaan properti seperti
yang ia mimpikan dulu, bersama Mas Adrian ia membuka perusahaan CV Bangkit Nusa
Jaya dengan direktur Adi Nugroho dan pemegang saham Mas Adrian. Namun perusahaan
itu tak bertahan lama, Mas Adi membawa kabur seluruh modal yang mereka miliki,
hingga Adi pun mengalami kerugian ratusan juta. Berkat dukungan istri dan
keluarganya Adi merintis kembali perusahaan bersama sahabatnya Bambang dengan
mengganti nama menjadi CV Agung Perkasa yang sengaja diambil dari sepenggal
nama putranya, dengan modal dasar relasi yang cukup banyak, lambat laun
perusahaan mereka mulai menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang patut
diperhitungkan.
Dan
akhirnya dengan segala keterbatasannya, seorang Adi Nugroho dapat menjadi
seorang yang sukses dengan menjadi pengusaha properti yang sudah tidak
diragukan lagi kedudukannya dan menjadi motivator yang luar biasa.
ANALISA UNSUR
INTRINSIK NOVEL
1.
Tema
Tema
merupakan ide pokok pengarang dalam menyusun karya sastranya. Tema
merupakan hal yang ingin disampaikan dan dipecahkan oleh pengarang melalui
ceritanya. Dan tema yang terdapat dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah
“Jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan walau bagaimanapun
keadaannya”
2.
Penokohan
Tokoh utama
dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Adi Nugroho, Adi Nugroho yang
dulunya adalah seorang yang pesimistis, mudah mengeluh, dan mudah putus asa.
Namun setelah mendapatkan masukan dari keluarganya dan sahabatnya akhirnya dia
menjadi seorang yang tegar serta optimistis dalam menjalani kehidupanya.
“Tiada lagi yang bisa menghalangi termasuk ketakutan
diri. “Aku harus berhasil atau mati sajalah.” (AHJM, 2013; 119)
“Sebenarnya yang mengerdilkan kita ya diri kita
sendiri. Bisa pengaruh orang lain yang negatif dan bisa juga rasa minder yang
tumbuh dari dalam diri sendiri. Padahal, apa yang orang lain katakan kepada
kita itu tidak penting, yang terpenting adalah apa yang kita katakan pada diri
kita sendiri. Lalu apa yang akan terjadi kepadaku? Ah sungguh aku tidak tahu.
Tugasku yang terpenting adalah menaklukkan diriku sendiri terlebih dahulu agar
aku bisa mengangkat kepalaku dan mengepakkan sayapku lebih tinggi.” (AHJM, 2013: 74)
Tokoh utama
yang kedua dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Firman, Firman adalah
teman dekat Adi Nugroho. Ia adalah sosok sahabat yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan kepada Adi, agar dia dapat bangkit dari keterpurukan dan
sanggup menjalani kehidupannya dengan semangat.
“Di, meskipun loe udah lama nggak masuk kuliah, loe
tetep temen gue. Nanti kalo loe udah siap, loe masuk kuliah lagi. Sayang Bro,
hari gini nggak kuliah.” (AHJM, 2013: 26)
“Siapa bilang loe nggak bisa melakukan apa-apa lagi?
Coba loe lihat, orang-orang yang ditengah keterbatasan justru mampu menciptakan
prestasi yang gemilang melebihi orang normal. Kenapa loe nggak meliat mereka?
Yang loe lihat malah para penyandang cacat yang akhirnya jadi pengemis. Gue
nggak mau temen gue jadi seperti itu, apalagi orangtua loe. Lihat betapa Ibu
loe begitu sabar meladeni loe, berharap loe akan kembali semangat. Lihat Bapak
loe bekerja keras mencari nafkah untuk menyekolahkan loe dan adik-adik loe.
Tidak lain agar kalian bisa menjadi orang yang pandai dan berguna. Gue paham,
kondisi loe sekarang memeng sulit. Gue pun tidak mau kaki hilang satu, tapi
percayalah Allah menyiapkan loe jadi orang yang hebat dengan peristiwa ini.
Berpikirlah optimis, loe punya kemampuan yang bisa digali. Percayalah pada diri
sendiri, Bro,” ungkap Firman panjang lebar menasehati.” (AHJM, 2013: 28)
Tokoh utama
yang ketiga dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Farida, adik dari
Firman yang tak lain adalah istri Adi Nugroho. Farida adalah istri yang sangat
setia, penyabar, pengertian dengan kondisi suaminya, dan sangat tulus dalam
merawat suaminya walau bagaimanapun keadaan suaminya.
“Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Istriku sangat
sabar merawatku, hingga berat badanku sudah naik beberapa kilo meski pernikahan
kami belum lama. Dia juga tampak bahagia bisa mengabdi kepada suami. Katanya
dia senang idamannya menjadi seorang istri yang selama ini ia khayalkan
akhirnya terwujud. Dia menikmati pekerjaannya mengurus suami, menyediakan makan
untukku, mencuci dan menyetrika baju, merawat rumah meski ngotrak, dan juga
menungguku kembali dari kerja untuk menemani malam-malamku. Katanya, “seserasa
setiap gerakan tangan dan kakiku sekarang adalah pahala, Kak. Aku bangga
menjadi istrimu.” Hemm aku melayang mendengar ucapannya itu. Aku tak salah
memilih istri yang shalihah sepertinya.” (AHJM, 2013: 214)
“Melihat Kakak pulang dengan selamat aku sudah senang.
Uang bisa dicari lagi, Kak. Besok aku bantu menyelesaikan masalah proyek itu
ya, Kak, siapa tahu masih bisa diatasi sehingga Kakak nggak rugi.” (AHJM, 2013: 224-225)
Selain dari
beberapa tokoh utama tadi, terdapat pula beberapa tokoh tambahan yang terdapat
dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! yaitu Bapak, Ibu, Wahyu, Ningsih, Bambang,
Bu Fatimah, Pak Herman, dan Mas Ardian. Mereka merupakan tokoh tambahan yang
menjadi bumbu dalam konflik-konflik didalam novel tersebut. Tanpa kehadiran
mereka, novel ini tidak mungkin menjadi semenarik dan sesempurna ini,
konflik-konflik yang terjadi akibatkan oleh segala tingkah laku tokoh utama dan
tokoh tambahan tersebut.
Bapak
merupakan Ayah Kandung dari Adi Nugroho, bapak dalam novel ini memiliki
perwatakan yang kalem dan bijaksana.
“Selamat kamu telah berhasil, Nak. Tapi, hidupmu masih
panjang ini adalah awal untuk kamu mengepakkan sayap. Mau kemana dan mau
berbuat apa itu masih harus kamu jalani dan pikirkan. Bapak sudah tidak
mengkhawatirkanmu lagi. Jika kamu bisa melampaui yang dulu hingga berhasil
sampai disini. Bapak yakin, kamu pasti juga bisa menjalani kehidupan
selanjutnya dengan lebih baik,” nasihat Bapak setelah memberikan selamat
kebanggan kepadaku.” (AHJM, 2013:
171)
Ibu
meupakan Ibu Kandung dari Adi Nugroho, Ibu dalam novel ini memiliki perwatakan
baik hati, penyayang terhadap anak-anaknya.
“Dengarlah, Nak, walaupun kamu tak lagi berkaki
lengkap, tapi kamu tetaplah masih anak Ibu yang tanpan. Banyak hal yang masih
bisa kau lakukan meskipun hanya dengan satu kaki,” ungkap ibu menghiburku
sambil masih membelai rambutku,”(AHJM, 2013: 17-18)
Wahyu
merupakan adik laki-laki dari Adi Nugroho, sosok yang cerdas, haus akan kajian
keilmuan, dan seorang yang Religius.
“Beda lagi dengan Wahyu, dia orangnya sangat Relgius.
Setamat dari SMA, ini dia malah berminat untuk nyantri di Jawa. Belajar di
Pesantren sembari kuliah. Bapakku sebenarnya sedikit keberatan. Terang saja,
kami bukan berasal dari keluarga Religius.”(AHJM, 2013: 41)
Ningsih
merupakan adik perempuan Adi Nugroho, Ningsih merupakan sosok adik yang baik
hati dan perhatian terhadap Kakaknya.
“Pagi harinya, Ningsih tanpa kuduga sudah menyiapkan
kaus, celana panjang, dan juga sarapan. Dia pun sudah berdandan rapi. Aku tak
dapat mengelak untuk segera mandi dan menuruti keinginannya”. (AHJM, 2013: 31)
Bambang
merupakan teman sekostan Adi Nugroho dan juga teman Firman. Seorang laki-laki
yang santai, dan tidak banyak basa-basi.
“Dua hari kemudian, Firman temannya yang bernama
Bambang ke rumahku. Seorang yang cukup gagah berhidung mancung, berkulit sawo
matang dan bertubuh kekar. Rambut sedikit gondrong, dengan pakaian yang santai
hanya kaus oblong dan celana jins longgar serta sendal jepit. Jauh dibanding
dengan anak-anak kampus yang aktivis kerohanian. Biasanya mereka berbaju necis,
rambut klimis, disertai senyum tipis. Ternyata orang ini tidak banyak
basa-basi, ketemu langsung main salam persahabatan dan peluk keakraban. Seakan
aku ini teman yang lama tidak berjumpa saja, padahal baru kenal. Tapi aku suka
gayanya, santai tidak banyak unggah-unguh yang kadang baik, namun terkadang
juga menjadi sekat perbedaan antar manusia. Padahal semua manusia kan
sama.”(AHJM, 2013: 53)
Ibu Fatimah
seorang janda yang ditinggal suaminya. Beliau merupakan pengasuh Panti Asuhan,
baik hati, dan dermawan.
”Anak-anaksudah pada punya pekerjaan sendiri-sendiri,
ketimbang saya tidak ada teman dirumah, ya mending saya ajak anak-anak yang terlantar
kemeri untuk saya asuh.” (AHJM, 2013: 87)
Pak Herman
merupakan anak dari Ibu Fatimah, seorang pengusaha properti yang sukses, ia
merupakan pribadi yang baik hati, sederhana, dan bersahaja.
“Sosok itu meski katanya orang sukses, namun sungguh
bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek dan celana panjang kain dia
duduk di sebuah kantor yang cukup mewah.” (AHJM, 2013: 100)
Mas Ardian
merupakan rekan sekantor Adi Nugroho, seorang yang haus akan kekayaan yang
melipah, dan ambisius.
“Saya kira Mas Ardian terlalu berambisi. Aku kurang
setuju denganmu. Jadi, saya iker pembicaraan ini kita cukupkan saja.” Ujarku
dengan serius. Tampak kekecewaan di wajahnya, namun aku tak pedulikan. Aku rasa
dia hanya mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.” (AHJM, 2013: 203)
3.
Plot Atau Alur
Plot atau
alur merupakan cara pengarang menjalin peristiwa-peristiwa dalam cerita secara
beruntun sehingga membentuk kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Plot atau alur
merupakan elemen penting dalam membentuk sebuah karya. Dalam novel Aku Harus
Jadi Malaikat! memiliki alur progresif atau alur maju. Urutan peristiwa
diuraikan atau diceritakan secara runtut, dari awal hingga akhir. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut.
Tahap awal
atau tahap pengenalan didahului oleh narasi yang menceritakan tentang seorang
yang mengalami sebuah kecelakaan kecil yang berakibat sangat fatal bagi
kelanjutan hidupnya.
“Saat aku dan teman-teman menonton musik di Ancol,
sebuah kecelakaan kecil terjadi. Karena banyaknya penonton hingga
berdesak-desakkan, sandal yang aku pakai pun terlepas. Dan saking asyiknya
mengikuti deru irama musik yang menghentak aku pun tak memperhatikan tanah yang
kuinjak, dan ternyata ada pecahan botol dari bahan beling. Darah pun seketika
mengalir dari telapak kakiku. Namun aku pikir itu adalah luka biasa yang tak
berbahaya. Itulah awal dari peristiwa tragis yang saat ini aku alami. Luka yang
kuacuhkan lama-lama membengkak, kakiku terinfeksi. Dan aku tidak mengira luka
itu menjalar dan kakiku pun seakan membusuk. Ternyata aku terkena tetanus. Dari
situlah saran dokter agar kakiku segera diamputasi, kalau tidak penyakit bisa
menjalar keseluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian. Ibuku menangis,
demikian juga kedua adikku. Bapakku terdiam menerima kenyataan.” (AHJM, 2013: 24)
Tahap kedua
yakni konflik / titik awal pertikaian, awal pertikaian timbul ketika seorang
Adi Nugroho berfikir bahwa dirinya sudah tidak bisa mewujudkan masa depan yang indah dengan keadaan seperti itu.
“Aku kembali terdiam. Aku benar-benar tak punya masa
depan. Untuk apa aku keluar rumah jika teman-teman pun tak ada lagi yang peduli
lagi denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar dari universitas dan aku akan
menjalani hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan kulakukan dengan kondisi
seperti ini. Mungkin aku akan menunggu saat kematianku dengan menikmati hidup
seperti ini.”
(AHJM, 2013: 19)
Tahap
ketiga yaitu peleraian masalah, yaitu dimulai dari Adi Nugroho mulai menjadi
seorang terbuka, menjadi seorang motivator, dan merintis bisnis properti.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu mau terbuka, Nak, Ibu
senang sekali,” katanya. Aku hanya tersenyum.” (AHJM, 2013: 29)
“Gara-gara aku sering mengisi kegiatan untuk anak-anak
panti dan anak-anak jalanan aku dijuluki motivator oleh teman-temanku. Kata
mereka gayaku tak kalah dengan Reza M. Syarif. Ah masa iya sih?. Aku juga
selelu semangat seperti motivator yang selalu antusias Tung Desm Waringin, dan
juga aku bijaksana meniru motivator yang cool and calm tapi setiap ucapannya
dahsyat menyentuh setiap nurani yang redup menjadi tercerahkan Mario Teguh.
Sebenarnya itu karena aku mencontoh ilmu mereka, tapi tentunya aku masih jauh
dari mereka.” (AHJM, 2013: 147)
“CV Bangkit Nusa Jaya dengan direktur Adi Nugroho
tengah membangun sebuah perumahan dengan total pembiayaan tiga milyar rupiah.
Proyek yang cukup besar untuk pemula sepertiku saat ini.” (AHJM, 2013: 218)
Tahap akhir
dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah, bahwa ia mempunyai istri,
mempunyai anak disertai kesuksesan dalam berkarir sebagai pebisnis properti,
dan menjadi motivator ulung.
“Pernikahanku berlangsung cukup meriah. Aku ingin
memberikan yang terbaik untuk istriku, meski dia tidak meminta. Sanak saudara,
teman, rekan kerja berkumpul untuk memberikan do’a dan ucapan selamat kepada
kami. Mereka bilang kami pasangan yang serasi. Aku bangga dibuatnya.” (AHJM,
2013: 213)
“Jika Tuhan telah berkehendak memang tidak ada yang
mustahil. Perusahaan baruku CV Agung Perkasa yang sengaja aku ambil dari
sepenggal nama putraku, sudah mulai beroprasi. Aku masih dipercaya oleh
berbagai pihak untuk membangun proyek. Meskipun proyek kecil namun yang
terpenting perusahaan punya nama yang bisa diandalkan terlebih dahulu.” (AHJM, 2013: 245)
“Meski aku telah dibilang telah sukses dalam bisnis,
namun ada yang selalu mengetuk hatiku untuk tidak tinggal diam di dalam rumah
menikmati hasil kerja kerasku. Ada bisikan hati yang selalu mengetukku untuk
berbagi dengan sesama. Mungkin karena sibuk dengan urusan perusahaan
akhir-akhir ini sehingga aku hampir saja melupakan hobiku untuk memberikan
motivasi kepada saudara-saudarku yang membutuhkan. Saat ada tawaran mengisi
sesi motivasi di sebuah pusat rehabilitasi narkoba, aku langsung menyetujuinya.
Aku rindu berbagi cerita dan mendengarkan keluhan mereka juga mencoba memberikan
solusi bagi mereka.” (AHJM, 2013: 251)
“Suatu pagi, ada telepon dari seorang yang belum aku
kenal sebelumnya. Dan setelah mengobrol singkat, aku diminta untuk datang ke
sebuah kantor untuk meeting guna mengadakan kerjasama denganku. Dan akhirnya
aku tahu bahwa pihak yang ingin bertemu denganku dan ingin mengadakan kerjasama
itu adalah sebuah stasiun TV swasta yang ingin mengadakan program motivasi dan
inspirasi. Mereka memilihku untuk menjadi narasumber di acara tersebut. Rencana
ada beberapa episode yang telah ditentukan, dan jika sambutan dari masyarakat
bagus, maka kontrak bisa diperpanjang. Masuk TV? Hemm mimpi kali yeee! Itu
dulu. Dan sekarang itu akan menjadi kenyataan. Aku tak pernah menghayalkan dan
tanpa direncanakan justru pihak Televisi seendiri yang mengajukan penawaran.”
(AHJM, 2013: 257)
4.
Setting
Setting
dari novel Aku Harus Jadi Malaikat! terdiri dari beberapa tempat, mulai dari
Panti Asuhan, kampus, hingga kompleks perumahan elit. Tetapi yang paling
penting penekanannya dalam novel ini adalah rumah keluarga Adi Nugroho.
“Sudah hampir dua bulan sejak kepulanganmu dari rumah
sakit, kamu belum pernah keluar rumah. Dikamar terus, nanti kamu malah semakin
jenuh, Nak. Cobalah keluar mencari udara segar kambil melatih kakimu itu,”
pinta ibuku.”(AHJM, 2013: 15)
Didalam
novel ini juga sangat banyak latar tempat lainnya, antara lain kamar Adi,
beranda rumah, lapangan, ujung pertigaan jalan, ruang tamu, kampung pesisir
laut Jawa, dan lain sebagainya.
“Firman adalah teman akrab dikampus dulu. Kami suka
main kemana-mana bersama. Namun sejak aku diamputasi, aku jarang pergi-pergi
bersamanya lagi, kecuali dia yang sering berkunjung kerumah. Kutemui dia di
beranda rumah, dan aku sudah tahu apa kalimat yang akan diucapkan pertama
kali.”
(AHJM, 2013: 26)
“Kami pun meneruskan perjalanan hingga ke lapangan.
Dan ternyata di sana banyak orang berolahraga, memanfaatkan hari libur dan
sekolah.”
(AHJM, 2013: 23)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi
jalan-jalan yuk! Di ujung pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru.
Selama mas Adi mengurung diri di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?” (AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku
sudah menyiapkan diri menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu
untuk dijadikan tempat belajar.”(AHJM, 2013: 36)
Kemudian
mengenai setting waktu, dalam novel ini juga memiliki banyak latar waktu,
diantaranya yaitu, pagi hari, hari minggu, senin pukul 15.30, dan lain
sebagainya.
“Ohhh… andaikan saja aku tak lagi mampu memuka mata,
dan aku tetap dalam mimpi indah yang tanpa rasa duka aku tak lagi merasakan
dinginnya udara pagi yang menusuk-nusuk dan membuat lara.”(AHJM, 2013: 11)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi
jalan-jalan yuk! Di ujung pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru.
Selama mas Adi mengurung diri di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?” (AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku
sudah menyiapkan diri menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu
untuk dijadikan tempat belajar.”(AHJM, 2013: 36)
Dan yang
terakhir yaitu latar suasana, dalam novel ini terjadi kejadian yang menyebabkan
banyak suasana, mulai dari hening, tegang, sedih, sampai bahagia dan sangat
gembira.
“Sayup-sayup suara adzan subuh melintas ditelinga.
Hembusan angin malam menelusup melalui lubang-lubang ventilasi, dingin. Tak
peduli meski selimut tebal sudah kukenakan, hawa dingin yang lembut tetap
mengoyak kulit.” (AHJM, 2013: 11)
“Ya Allah, Nak, hati-hati. Masya Allah, bagaimana
ini?” suara ibu penuh ketegangan.”(AHJM, 2013: 15)
“Tentu saja aku senang, Ayah, hanya aku tidak
menyangka akan tinggal dirumah sebagus itu. Padahal, jika pun kita tinggal di
rumah yang sederhana namun milik kita bukan lagi kontrak, itu saja aku sudah
bahagia. Apalagi Ayah akan membawa kami ke rumah yang indah itu, aku sangat
gembira.”
(AHJM, 2013: 249)
5.
GAYA BAHASA
Gaya bahasa
merupakan cara yang khas pengungkapan seorang pengarang, masing-masing
pengarang memiliki ciri tersendiri berbeda satu sama lain.
Dalam novel ini secara keseluruhan menggunakan bahasa
yang sederhana. Namun pada saat percakapan lebih banyak menggunakan bahasa anak
muda zaman sekarang, yang cenderung santai dan tidak formal. Adapun beberapa
tokoh yang menggunakan bahasa jawa pada saat percakapan, meskipun hanya
sedikit.
”Aku kembali terdiam. Aku benar-benar tak punya masa
depan. Untuk apa keluar rumah jika teman-teman pun tak ada yang peduli lagi
denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar dari universitas dan aku menjalani
hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan kulakukan dengan kondisi seperti
ini. Mungkin aku akan menunggu dengan menikmati hidupseperti ini.” (AHJM, 2013: 19)
“Emang gue udah nggak berguna kok, Bro, apa sih yang
bisa gue lakuin? Gak ada. Biarin aja gue begini, hidup-hidup gue, kenapa loe
repot-repot mikirin? Paling ntar kalau orang tua gue udah pada ninggal, tinggal
nongkrong di pinggir jalan sambil nadahin tangan. Beres kan?” (AHJM, 2013: 27)
“Lhooo piye tho koe, Nak, katanya sudah mulai membuka
diri? Ya dimulai dari lingkungan sekitar tho?”sahut bapakku menimpali, dengan
logat Jawa yang masih kental.” (AHJM, 2013: 30)
6.
Sudut Pandang
Setiap
pengarang memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda. Untuk Menceritakan suatu
hal dalam novel, pengarang menggunakan sudut pandang tertentu. Sudut pandang
dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Pengarang menggunakan sudut pandang orang
pertama. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan selalu menyebutkan “Aku”
untuk tokoh utama, seakan-akan pengarang adalah tokoh utama dalam novel tersebut.
“Ohhh… andaikan saja aku tak lagi mampu memuka mata,
dan aku tetap dalam mimpi indah yang tanpa rasa duka aku tak lagi merasakan
dinginnya udara pagi yang menusuk-nusuk dan membuat lara.” (AHJM, 2013: 11)
7.
Amanat
Amanat
merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam sebuah cerita.
Sebuah cerita mengandung penerapan pesan dari pengarang, mulai cerita, sikap,
hingga tingkah laku tokoh. Diharapkan dapat menyajikan hikmah. Pembaca
akan merasakan sentuhan rohani dengan pesan-pesan moral dan pengetahuan. Amanat
yang disampaikan pengarang dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! sangat banyak
sekali, tetapi amanat yang paling mendasar adalah, Jika kita mempunyai sebuah
keterbatasan atau kekurangan, jangan jadikan itu sebagai penghalang kita untuk
mencapai apa yang kita inginkan.
SIMPULAN
Sebuah
karya fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan
kehidupan.Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh
kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai
dengan pandangannya, yang sangat menarik untuk dianalisis, yaitu dengan
analisis aspek intrinsik dan ekstrinsik.
Analisis aspek intrinsik karya
sastra ialah analisis mengenai karya sastra itu sendiri tanpa melihat kaitannya
dengan data di luar cipta sastra sastra tersebut, aspek ekstrinsik hanyalah
dalam hubungan menetapkan nilai isinya (Sugiarti,2007:25).Analisis aspek unsur
ekstrinsik ialah analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan
sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan di luar karya
sastra itu sendiri (Sufiarti, 2007: 22).
1.
Keunggulan Novel
Dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Menyuguhkan
perjuangan hidup seorang yang memiliki sebuah keterbatasan dan tidak mudah
dalam menjalaninya. Kisah-kisah didalam novel Aku Harus Jadi Malaikat!
Memberikan contoh nyata bahwa POTENSI kita sebenarnya sangat luar biasa namun
kita sendiri yang kadang membatasinya. Novel ini mengajak sang pembaca untuk
“meloncat setinggi-tingginya.” Lepas dari belenggu yang membatasi diri dan
mengubah kehidupan menjadi lebih bermakna, selain itu dipastikan novel ini akan
membuat kita enggan membuka halaman berkutnya karena pesona didalamnya,
sedangkan kita perlu membaca halaman selanjutnya untuk mencari sisi pesona yang
lain, sebuah novel inspiring yang mempesona.
2.
Kekurangan Novel
Dari sekian banyak kelebihan yang terdapat novel Aku
Harus Jadi Malaikat! Seakan-akan menunjukkan bahwa novel ini begitu sempurna,
tetapi, kekurangan akan tampak ketika pembaca hanya melihat dari luarnya saja,
akan tetapi kalau kita menghendaki untuk lebih memahami novel ini, kita dapat
menemukan kelemahan-kelamahan yang terdapat dalam novel ini, salah satunya
adalah dengan mengamati judul novel ini, jika pembaca tidak dapat memahami
maksud dari penulis dalam judul novelnya Aku Harus Jadi Malaikat! Bisa
jadi sang pembaca menilai kurang rasional, karena, akan kah mungkin seorang
menjadi malaikat? tidak kan? Tetapi seseorang hanya mampu memiliki sifat
seperti malaikat. slain itu dalam novel ini juga banyak menggunakan bahasa yang
sedikit agak rumit dan terkadang sukar untuk dipahami.
DAFTAR
PUSTAKA
Atmazaki,
1990. Ilmu Sastra: Teori dan Sastra.
Padang: Angkasa Raya
D. Aziz, Zakiyah. 2013. : Novel “Aku Harus Jadi Malaikat”
(DIVA Press)
Tag :
Sastra,