Archive for January 2017
ANALISIS MANTRA "MENUMBUK BERAS MENJADI TEPUNG” Metode hermeneutik
By : Unknown
Analisis ini diharapkan agar pembaca bisa
mendapatkan informasi, mengenai
Mantra Menumbuk Beras Menjadi Tepung yang berkaitan
dengan arti dan hasil
interpretasi. Mantra tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
Mantra Menumbuk Beras Menjadi Tepung
Nona cantik inten dewata
Bukan aku berkuasa
Bukan aku pemberani
Niat diambil sarinya
Aci bumi aci buahnya
Niat ijin kepada bapak
Mau diambil raganya
Mau diambil sukmanya
Nona dangdang tresnawati
Harus cinta
Harus ikhlas
Kamu hancur dengan jaman
Akan dijaga dengan sungguh-sugguh
Tidak akan jatuh oleh satu pegangan
Tidak akan ingkar dengan arwahnya
Akan dibuka digenggam
Berpisah meski setempat
Bissmillah........
Dalam penafsiran sebuah karya sastra diperlukan
penghayatan. karena tanpa penghayatan, maka hasil dari penafsiran tidak akan
sempurna. Sebaliknya, jika penuh penghayatan akan lebih jelas. Penafsiran dapat
dimulai dengan bagian perbagian, maupun secara menyeluruh kemudian menuju ke
arah bagian-bagian. Penafsiran ini akan dimulai dari kata-kata yang ada dalam
Mantra Menumbuk Beras Menjadi Tepung.
Dalam bait pertama kata-kata yang akan di tonjolkan adalah sebagai
berikut:
Nona cantik
inten dewata
Bukan aku berkuasa
Bukan aku pemberani
Niat diambil sarinya
Aci bumi aci buahnya
Kata
“nona cantik” menjadi kata pertama yang terdapat dalam bait ini. Nona cantik
menunjukan bahwa penulis mantra ini mengajukan permintaan nya kepada seorang
wanita yang cantik. “Inten dewata” menunjukan bahwa wanita yang cantik itu
sejenis para dewa dimasa lampau. “bukan aku berkuasa” kata ini menunjukan
seorang penulis mantra yang merasa rendah dihadapan yang berkuasa. Sama halnya
dengan kata “bukan aku pemberani” seakan tidak mau disebut pemberani jika
dihapkan dengan inten dewata tadi. Lalu kata yang ditonjolkan lagi ialah
“sarinya” menunjukan setelah memanjatkan pujian, ada yang dimintanya yaitu
untuk mengambil sarinya. Sari disini menunjukan inti dari suatu perkara yang
terdapat dalam bumi dan dalam buahnya.
Niat ijin kepada bapak
Mau diambil raganya
Mau diambil sukmanya
Nona dangdang tresnawati
Harus cinta
Harus ikhlas
Dalam
bait ini, kata yang ditonjolkan adalah ijin, raganya, sukmanya, cinta, ikhlas.
Sang penulis mantra berniat untuk ijin terlebih dahulu sebelum memulai
mengambil raga. Setelah ijin lalu dilanjutkan dengan mengambil raga dan
sukmanya. Harus dengan penuh rasa cinta dan dengan penuh rasa ikhlas dalam mengambil
raga dan sukma tadi.
Kamu hancur dengan jaman
Akan dijaga dengan
sungguh-sugguh
Tidak akan jatuh oleh satu
pegangan
Tidak akan ingkar dengan
arwahnya
Akan dibuka digenggam
Biar Berpisah walau setempat
Bissmilah.....
Kata
yang ditonjolkan dalam bait ini adalah hancur, dijaga, jatuh, ingkar,
digenggam, berpisah, bissmillah. Hacur disini menunjukan suatu keadaan yang tak
lagi utuh, bisa disengaja maupun tidak disengaja. Penulis mantra berjanji akan
menjaganya dengan sungguh-sungguh dan tidak akan membiarkannya jaatuh. Ingkar
adalah suatu perbuatan melanggar aturan yang disepakati. Penulis mantra telah
memberikan janjinya dan berkata tidak akan ingkar, artinya akan menepati
janjinya tadi.
Kata Bissmillah menunjukan seseorang yang akan memuli kegiatannya. Penulis mantra memberikan simbol bahwa beliau akan segera memulai kegiatannya yaitu sesuai dengan judul menumbuk beras menjadi tepung diawali dengan kata bissmillah.
Kata Bissmillah menunjukan seseorang yang akan memuli kegiatannya. Penulis mantra memberikan simbol bahwa beliau akan segera memulai kegiatannya yaitu sesuai dengan judul menumbuk beras menjadi tepung diawali dengan kata bissmillah.
SIMPULAN
Secara garis besar, mantra diatas dapat
daitafsirkan Sesuai dengan judulnya, yaitu “Mantra Menumbuk Beras Menjadi
Tepung” bahwa seorang penulis atau
pengarang mantra menunjukan ada beberapa hal penting yang harus dilakukan
sebelum melaksanakan kegiatan tertentu. Sangat jelas diceritakan dalam mantra
diatas beliau memberikan pujian-pujian khusus kepada inten dewata, lalu
memintan ijin kepada bapak, meminta keikhlasan, lalu beliau meminta agar
dikabulkan apa yang diinginkannya.
Tag :
Sastra,
ANALISIS HERMENEUTIKA MANTRA "MENUMBUK PADI”
By : Unknown
ANALISIS
“MANTRA MENUMBUK
PADI”
Analisis ini diharapkan agar pembaca bisa
mendapatkan informasi, mengenai Mantra Menumbuk Padi yang berkaitan dengan arti
dan hasil interpretasi. Mantra tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Mantra Menumbuk Padi
Saya meminta ijin kepada yang cantik
Nyonya
diminta kesediaanya
Ditunggu
kedatangnnya
Oleh
saya akan dipersunting
Jangan
menangis karena satu hal
Jangan
kaget karena seribu hal
Aku akan
menjaga
Tidak
akan terjatuh walau satupun
Namun
setia
Jangan
terkejut jika dikejutkan
Maaf
bukan maksud
Nona
diminta sayangnya, nona diminta cintanya
Dalam penafsiran sebuah karya sastra diperlukan
penghayatan, karena tanpa penghayatan, maka hasil dari penafsiran tidak akan
sempurna dan sebaliknya jika penuh penghayatan akan lebih jelas. Penafsiran
dapat dimulai dengan bagian perbagian, maupun secara menyeluruh kemudian menuju
ke arah bagian-bagian. Penafsiran ini akan dimulai dari kata-kata yang ada
dalam Mantra Menumbuk Padi. Dalam bait pertama kata-kata yang akan di tonjolkan
adalah sebagai berikut:
Saya meminta ijin kepada yang cantik
Nyonya diminta kesediaanya
Ditunggu kedatangnnya
Oleh saya akan dipersunting
Disebutkan dalam kata-kata yang bergaris bawah pada puisi bait pertama dibuka dengan kata
yang ingin ditonjolkan seperti kata cantik yang berarti seorang perempuan yang
cantik jelita akan siap untuk dipersunting, lalu larik berikutnya menunjukan
atau memperjelas akan diminta restunya kepada orang tua bahwa perempuan yang
sudah siap diperistri dan akan menempuh kehidupan yang baru bersama laki-laki
yang menjadi suaminya nanti.
Pada bait kedua kata-kata yang ditonjolkan yakni
menangis, kaget, menjaga, terjatuh, setia, terkejut.
Jangan menangis karena satu hal
Jangan kaget karena seribu hal
Aku akan menjaga
Tidak
akan terjatuh walau satupun
Namun setia
Jangan terkejut jika dikejutkan
Kata-kata tersebut menunjukan bahwa kehidupan seorang perempuan yang menyatakan siap akan menikah
berada pada kata menangis terharu bahwa orang tua melihat dan menjadi saksi pernikahan
di antara perempuan dan laki-laki tersebut, dan akan menjaga keluarga dengan pernikahan
semoga sakinah, mawadah dan warohmah akan terus berjuang dan mempertahankan
pernikahan mereka sampai azal yang
memisahkan kita dalam hidup rumah tangga yang baru. Di bait kedua pencipta mantra ini mengungkapkan bahwa seorang
istri tidak akan perlu takut atas kehidupan yang akan datang walaupun banyak
godaan atau cobaan yang menghampiri rumah tangga mereka.
Pada bait terakhir pengarang secara nyata menjelaskan bahwa dalam
puisi “menumbuk padi” ini selama bertahun-tahun. Disini pengarang menjelaskan
bahwa dalam menggapai rumah tangga tidak semudah membuat tanaman, banyak proses
yang harus dihadapi dalam dalam menjaga keharmonisan dalam keularga. Di akhir
bait himbauan untuk kita bahwa pernikahan harus dibarengi dengan rasa kepercayaan,
kasih sayang, perhatian dan rasa cinta harus tetap ada dalam lindungan
keluarga, orang lain, dan Allah SWT.
Nona diminta sayangnya, nona diminta cintanya
Kata-kata yang di tonjolkan oleh pengarang adalah sayangnya, dan
cintanya. Kata sayangnya disini mempunyai makna yang berarti dalam menjalankan
sebuah pernikahan yang harmonis rasa kasih sayang yang selalu ada dan silih
berganti setiap waktunya. Kata cintanya disini yaitu saling menjaga dan
melengkapi satu sama lain dalam keadaan susah maupun senang dalam membina rumah
tangga.
Secara global makna dari puisi “menumbuk padi” adalah seorang
perempuan yang senantiasa melakukan kegiatan di pedasaan zaman dahulu dan zaman
sekarang nampak berbeda. Namun dalam puisi ini menjelaskan tentang kisah seorang
perempuan yang bersedia untuk di persunting menjadi istrinya.
Simpulan
Secara
garis besar puisi diatas dapat ditafsirkan sebagai bentuk pengharapan bagi
penulis maupun bagi pengarang, penulis disini menggungkapkan bahwa bahwa puisi
diatas adalah menunjukan seorang perempuan yang akan siap untuk dipersunting. Dalam
hal ini memberikan sesuatu dan harapan yang sangat besar kepada mereka yang
akan menikah dan membina menjadi keluaraga yang sakinah.
Tag :
Sastra,
Resensi Buku tiga madzhab utama filsafat islam
By : Unknown
Laporan Buku
Judul Buku : Tiga Mazdhab Utama Filsafat Islam
Penulis : Sayyed Hossein Nasr
Penerbit : IRCiSoD, Diva Pess (Yogyakarta, Maret 2006).
Tahun terbit :
Oktober 2014
Jumlah Halaman :
244 Halaman
Berat :
400 gr
Ukuran :
14x20 cm
Memahami
filsafat Islam dalam konteks klasik tidak mudah, karena filsafat Islam
merupakan suatu kearifan yang memberi gema agama Islam khususnya akan hakekat
wujud (metafisika) kedalam filsafat Yunani.(hal.7-14) Pernyataan tersebut
memunculkan tanda tanya, tentang apakah filsafat merupakan bagian dari khazanah
intelektual Islam? Atau filsafat merupakan peradaban barat yang ditransmisikan
dalam Islam. Sehingga, penulis yang sangat kritis akan segi historis lahirnya
filsafat dalam Islam. Khususnya perkembangan tradisi intelektual Islam dengan
berkuasanya Dinasti Abbasiyah, dibawah kekuasaaan Harun al-Rasyid, al-Ma’mun
dan al-Mu’tasim, yang sangat perhatian pada ilmu-ilmu pra muslim pada kurun
waktu dua abad ( 750-1000 M ), banyak karya-karya metafisik, filosofis dan
ilmiah diterjemahkan ke bahasa arab oleh Hunain Ibn Ishaq (m. 873 ) beragama
Kristen dan Tsabit bin Qurra (m.901) beragama Zoroaster yang kemudian masuk
Islam. Melalui terjemahan merekalah
Islam membentuk dasar-dasar madzhab filsafat dan pengetahuan sesuai pernyataan
Seyyed Hossein Nasr, “come into being as a result of the application of Islamic
principles to the various forms of knowledge thereby inherited and the
integration of these forms of knowledge into the Islamic perspective” terwujud
sebagai hasil dan penerapan prinsip-prinsip islam dengan berbagai bentuk
pengetahuan demikian demikian mewarisi dan mengintegrasi bentuk-bentuk
pengetahuan kedalam perspektif islam. Dengan demikian, penulis mencoba
memaparkan secara konkrit pemikiran serta perkembangan tiga madzhab utama
filsafat Islam tentang konsep teologi serta komponen-komponen ilmu yang
mewujudkan proses illuminasi Allah kepada hamba-Nya sebagai konsep intelektual
ahli hikmah terkemuka.
BAB 1
Ibnu Sina (Avacenna) dan Filsuf-Ilmuwan
Pada
bab pertama, penulis membahas tentang filsafat Peripatetik dalam Islam yang
didirikan oleh Al-Kindi "the first philosopher of the Arab dan
dikembangkan oleh Ibnu Sina dengan mengintegrasikan pemikiran filosof Islam
sebelumnya yaitu, al-Farabi dan al-Razi. Setelah mengenyam pendidikan di
Bagdad, Al-kindi mulai mendalami ilmu pengetahuan dan filsafat yang berbahasa
arab dan berupaya memadukannya dalam perspektif Islam. Sesuai, kutipan pada
karyanya Treatise on Metaphysics, “ Kita seharusnya tidak pernah malu untuk
mengakui kebenaran dan sumber manapun yang datang kepada kita. Sedangkan,
tentang persoalan agama, al-Kindi sebagai donator pemikiran Ibnu Sina setuju
dengan teologi mu’tazilah dengan mengedepankan struktur filosofis bahwa wujud
penciptaan di dunia ini tergantung pada kehendak tuhan. Padahal secara nyata,
Allah mempunyai sifat kehendak dan melaksanakan yang terwujud dalam suatu
realitas (immanen).
Ibnu
sina pemikirannya sangat domain terhadap metafisika dan ilmu pengetahuan,
walaupun metafisika suatu perangai baginya tetapi ia terus berusaha dalam
memahaminya, sesuai pernyataan ini : “ At
the age of sixteen he was the master of all the siences of his day except for
metaphysics as contained in the Metaphysics of Aristoteles which, though he
read it over many times and memorized it, he could not understand “ pada
usia enam belas tahun, dia telah mahir ilmu pengetahuan pada masanya, kecuali
metafisika sebagaimana yang tercantum dalam metafisikanya Aristoteles, meskipun
ia membaca lebih berkali-kali dan menghafalnya, ia tidak bisa mengertinya.Tapi
hambatan tersebut teratasi dengan komentar al-Farabi terhadap Aristoteles dalam
karyanya metafisika yang kompleks.
Sedangkan
Ontologi Ibnu Sina secara esensial berkenaan dengan kajian terhadap wujud serta
seluruh distingsi mengenainya menempati peran sentral dalam spekulasi-spekulasi
metafisiknya. Menurutnya,” the reality of
a thing depens upon its existence, and the knowledge og an object is ultimately
the knowledge of its ontological status in the chain of universal existence
which determines all of its attributes and qualities” Hakikat sesuatu
tergantung pada eksistensinya dan pengetahuan atas sebuah objek pada puncaknya
adalah pengetahuan terhadap statu ontologisnya dalam rangkaian eksistensi
universal yang menentukan seluruh atribut dal kualitasnya. Intinya, Tuhan lebih
awal dari semesta dan bersifat transenden. Sedangkan, kajiannya tentang
eksistensi pada segala sesuatu tidak terlepas dari distingsi fundamental yang
menerangkan kemungkinan.(hal.52-53) Maka kapanpun orang berfikir eksistensi
pasti terdapat 2 aspek berbeda pada kerangka berfikirnya, yaitu : 1). Esensi
atau kuiditasnya, serta 2). Eksistensi.(hal.53-54) Maka wujud abadi menurut
ibnu Sina adalah substansi atau aksidensi` yang sesuai dengan kategorinya
terbagi menjadi tiga macam : a). Intelek (‘aql) sepenuhnya terlepas dari materi
dan potensialitas; b). Jiwa (nafs) yang terlepas dari materi tapi butuh pada
tubuh untuk bertindak; c). Tubuh (jism) yang bisa dibagi serta memiliki panjang
lebar dan luas, karena itu mungkin elemen-elemen semesta ini terbagi menjadi
tiga unsur tersebut dalam wilayah kosmik.
Sementara
kajian kosmologinya mengikuti platonisme yang mendasar pada distingsi berusaha
menunjukkan bagaimana yang banyak itu dilahirkan dari yang Satu (ex uno non fit
nisi unum) atau inteleksi tuhanlah (akal pertama) penciptaan itu terjadi, yang
pada saat bersamaan transenden dalam kaitannya dengan seluruh keragaman
(multiplicity). Sedangkan proses penciptaan, atau manifestasi, terkait erat
dengan fungsi dan signifikan malaikat sebagai alat yang mewujudkan tindakan
penciptaan sebagai akal pertama yang disetarakan dengan malaikat disusul akal
yang kedua yaitu jiwa dan tubuh akal langit pertama. Dan melalui kontemplasi
akal pertamalah melahirkan akal selanjutnya sampai kesupuluh terpancar
illuminasi dan penciptaan Tuhan.
Namun,
agama dan wahyu Ibnu Sina terungkap pada misinya yang memiliki dua aspek utama,
yaitu : pertama, mengarahkan jiwa manusia menuju kebahagiaan abadi dengan
keimanan terhadap eksistensi tuhan; kedua, agama mengarahkan pada aspek-aspek
praktis sebagai tindakan ritual. Aspek diatas, mengakhiri filsafat Perepatetik
Ibnu Sina yang ditafsirkan pada katedral kosmik dalam realisasi spiritual yang
disebut filsafat Timur. (hal.78-85) Pemikiran Ibnu Sina banyak diwarnai filosof
Yunani dan mentransformasikannya pada ajaran agama, ilmu pengetahuan dan
filsafat Islam.
BAB 2
Suhrawardi dan Kaum Iluminsionis
Pada
bab dua, menjelaskan filsafat Islam yang mengalami masa transisi dari
peripatetik menuju Isyraqi. Dimulai ketika teologi al-Asya’riyah mulai didukung
oleh lingkungan pejabat pemerintah, begitu juga serangan Ghazali sangat keras
terhadap para filosof dalam pembatasan kekuasaan rasionalistik dan menjadikan
sufisme bisa diterima dikalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan keruntuhan
filsafat peripatetik di kawasan Timur dan beralih ke barat –Andalusia.
Disamping itu, Suhrawardi
sebagai ahli hikmah dan Syaikh al-Isyraq doktrin-doktrinnya telah menggantikan
filsafat peripatetik. Pada masa hidupnya ia menulis puluhan buku, diantaranya
empat karya besarnya yang bersifat doktrinal dan didaktik, seperti; al-Isyroqi,
tetralogi, muqawamat dan mutharahat ketiga-tiganya berbicara tentang modifikasi
filsafat aristoteles dan yang terakhir maha karyanya Hikmat al-Isyraq, didalamnya
mencakup: a). Risalah-risalah yang pendek dalam bahasa arab dan Persia tentang
tetralogi yang di uraikan dalam bahasa yang sederhana; b).Cerita-cerita msitik
dan simbolik melukiskan perjalanan jiwa melintas kosmos menuju ilmuninasi dan
pencapaian puncaknya; c). Transkripsi, terjemahan dan uraian atas karya-karya
filsafat awal serta naskah-naskah suci; d). Doa-doa dan permohonan dalam bahasa
arab.
Sumber
doktrin Isyraqi Suhrawardi meliputi sufisme (Hallaj dan al-Ghazali) dan
beberapa bagian filsafat peripatetik Ibnu Sina, yang ia kritik sebagai dasar
penting atas doktrin-doktri al-isyraqi. Ia mengidentifikasi dirinya dengan
sekelompok ahli hikmah Persia yang memiliki doktrin esoterik didasarkan pada
kesatuan Dasar Ilahiah dan sebagai sosok yang mengangkat tradisi tersembunyi
dalam komunitas Zoroastrian sekaligus penyatu kembali al-hikmah al-ladunniyah,
atau Kebijaksanaan Ilahiah dan kebijaksanaan kuno.
Menurut
Suhrawardi makna Isyraqi adalah sintesis dua kebijaksanaan dari permulaan
keahlihan berasal, yang terkait erat dengan Hermitisisme. Definisi tersebut
menggabungkan Isyraqi dengan periode pra-Aristotelian sebelum filsafat
dirasionalisasikan dan ketika intuisi intelektual masih merupakan jalan
pencapaian pengetahuan. Sedangkan kebijakasanaan Isyraqi sendiri berdasarkan
diskursif dan intuisi intelektual, melalui latihan formal terhadap pemikiran
dan juga pembersihan jiwa berdasarkan empat kategori, yaitu : 1). Mereka yang
mulai merasa haus atas pengetahuan lalu berusaha mencarinya; 2). Mereka yang
telah memperoleh pengetahuan formal dan menyempurnakan filsafat diskursif tapi
masih asing dengan gnosis, seperti Ibnu Sina dan al-Farabi; 3). Mereka yang
tidak peduli dengan bentuk pengetahuan-pengetahuan diskursif, karena telah
membersihkan jiwa hingga mencapai intuisi intelektual dan pencerahan batin
(illumiinasi), seperti Hallaj, Bustami dan Tustari; 4). Mereka yang telah
menyempurnakan filsafat diskursif dan juga illuminasi yaitu hakim muta’allih-
secara harfiah teosof, seperti Pythagoras dan Plato
Pada kategori-kategori ini
terdapat hirarki wujud-wujud spiritual yang samawi atau tak terindera,
dipuncaknya terdapat kutub atau imam, yang karenanya seluruh bagian hirarki
spiritual bertindak sebagai wakil-wakilnya.
Ia
juga mengiritik definisi filsafat Peripatetik aliran Aristoteles termasuk
logika, yang telah mereduksi sembilan aksiden menjadi empat, yaitu relasi,
kualitas, kuantitas dan gerak. Begitu juga pada Peripatetik Muslim (Ibnu Sina),
bahwa dalam setiap sesuatu yang ada (exist), eksistensi merupakan prinsip (ashl)
dan realitas esensi tergantung pada eksistensi. Padahal, menurutnya ada esensi
yang memiliki realitas serta prinsip, sedang eksistensi memerankan peran
sampingan dari aksiden yang ditambahkan pada esensi yaitu prinsipialitas
esensi.
Sedangkan
ontologinya menyatakan bahwa, seluruh realitas tidak lain berasal dari cahaya
yang memiliki beragam tingkatan dan intensitas yang menciptakan segala sesuatu
yang pencapaian sepenuhnya pada tahap illuminasi atau penyelamatan.
Kehidupan manusia yang tidak
akan abadi karena fisiknya akan mangalami kevakuman dan kematian walaupun
jiwanya akan selalu hidup. Oleh sebab itu, dalam filsafat eskatologinya, ia
menerangkan kondisi jiwa setelah kematian tergantung pada tingkat kemurnian dan
pengetahuan yang telah ia capai, berdasarkan tiga kelompok jiwa: 1). kelompok
jiwa yang mencapai ukuran kemurniaan dalam kehidupan, 2). kelompok jiwa yang
digelapkan pada kebodohan dan kejahatan, dan 3). kelompok jiwa yang telah
mencapai kesucian dan illuminasi dalam hidupnya, yaitu para wali atau para
teosof.
BAB 3
Ibnu ‘Arobi dan Kaum Sufi
Pada
bab terakhir, penulis menjelaskan pemikiran sufisme Ibnu Arabi' dan kesatuan
doktrin dan metode pada ajarannya. Bahwa sufisme bagi Ibnu Arabi' merupakan
sebuah jalan realisasi spiritual dan pencapaian kesucian. Sedangkan gnosis
merupakan aspek wahyu dalam Islam yang pada dasarnya bagian dari jantung dan
dimensi batin atau esoterik dalam diri manusia. Realitas doktrin-doktrin
sufisme, berdasarkan Wahyu yang terkait erat dengan ruh (spirit) dan bentuk
lahir (from), maka tokoh utmanya yang paling awal dan sempurna adalah Nabi
Muhammad, setelahnya diwakili esoterisme Islam, ‘ Ali bin Abi Thalib.
Perlu
kita ketahui, bahwa sosok Ibnu ‘Arabi sangat erat dengan doktrin-doktrin
kosmologis dan metafisik serta psikologis dan antropologis yang lengkap dari
dimensi monumental yang pertama kali tampak pada Sufisme. Dalam tulisannya,
kita bertemu dengan formulasi-formulasi seperti kesatuan transenden wujud dan
manusia universal yang ditunjukkan pertama kali, meskipun realitasnya sudah ada
sejak awal tradisi Sufisme.
Pada
ajaran Ibnu’Arabi, doktrin dan metode merupakan dua kaki yang harus
dikoordinasikan agar bisa memanjat gunung spiritual. Beberapa doktrin ibnu
‘Arabi diantaranya, yaitu:
- Bahasa Simbolik, dari semua simbolis hingga geometrik dan
matematik, dalam bahasa arab, fenomena alam, ayat-ayat al-qur’an yang
mengandung wahyu dan keadaan jiwa yang disebut ayat.
- Kesatuan Wujud, adalah kesatuan transendental Wujud yang
membuatnya dituduh sebagai panteis, panenteis dan monis eksistensial oleh
sarjana modern. Padahal maksudnya, ia adalah transenden dalam kaitannya
penampakan-Nya melalui wahyu yang tidak sepenuhnya terpisah dari Tuhan.
- Nama-Nama dan Sifat-Sifat pada Tuhan, diatas segala sifat tapi
tidak terlepas dari sifat-sifat yang merupakan esensi dzat-Nya.
Pandangannya pada esensi tuhan terletak antara tanzih dan tasybih, dengan
meletakkan pada saat yang sama.
- Manusia Universal atau logis, pada esensinya memiliki tiga aspek
berbeda, yaitu : kosmologis, profetik dan inisiatik.
- Penciptaan dan Kosmologis, pada dasarnya merupakan wujud yang
ditampakan oleh cahaya melalui kosmik atau seperangkat cermin wujud
realitas tuhan.
- Kesatuan, yaitu penyatuan dengan tuhan yang merupakan hasil dari
manusia kepada keindahan tuhan. Dengan menyadari bahwa eksistensi kita
sejak awal adalah milik Tuhan, dan manusia semulanya tidak memiliki
eksistensi. Jadi semua eksistensi merupakan pancaran Wujud Tuhan yang
mutlak.
- Kesatuan Agama-Agama, maksudnya adalah keseluruhan umat beragama
berjuang untuk mencapai makna batin dan universal pada wahyu secara alamiah
tanpa penolakan.
Kesimpulannya, Pada dasarnya
bentuk pemikiran dan filsafat Ibnu Sina merupakan konsekuensi dari ilmu-ilmu
filsafat Yunani kuno, seperti Aristoteles, Plato dan lainnya. Yang mana
mentransformasikan filsafat peripatetik dalam Islam, maka ia merupakan bagian
dari Arabic Philoshopy. Sedangkan pondasi pemikiran Suhrawardi dan Ibn ‘Arabi
dalam ilmu pengetahuan dan filsafat adalah wahyu Allah. Yang dipelajari agar
mendapatkan illuminasi Illahi, sesuai dengan pendahulunya yaitu Ghazali,
al-Razi dan lainya. Mereka juga menolak keras filsafat peripatetik Aristotelian
dan menghancurkan rasionalistik barat. Tetapi madzhab mereka condong pada
ajaran sufisme. Jadi Suhrawardi dan Ibn ‘Arabi merupakan bagian dari Islamic
Philoshopy.
Sistematika penulisan
"Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam" lebih mengutamakan proses
transisi dari pemikiran beberapa filosof klasik yang dintegrasikan oleh Ibnu
Sina dalam pengembangannya terhadap filsafat Peripatetik. Kemudian gagasan
tersebut dihujat oleh pemikiran Suhrawardi dalam filsafat al-Isyraqi. Sebagai
wujud dari ketidak setujuannya terhadap filsafat Peripatetik yang tidak
mengakui wujud Tuhan secara mutlak melalui beberapa aspek, diantaranya: wujud
Tuhan (metafisika), ontologinya yang berkaitan erat dengan proses kosmologi
atau penciptaan alam, yang mana seluruhnya berdasarkan pemikiran filosof Yunani
yang tidak mengetahui konsep Tuhan secara kompleks. Dan puncak dari al-Isyraqi
sebagai signifikasi ilmu laduni atau khuduri dikembangkan oleh Ibnu Arabi'
melalui doktrin dan metodenya yang berlandaskan wihdatul wujud yaitu
kepercayaan bahwa eksistensi manusia merupakakan wujud dari Sumber eksistensi
di alam ini yaitu Tuhan.
Sehingga judul yang sesuai bagi
buku ini adalah Tig a Madzhab Utama Filsafat Islam (Studi Historis
Masa Transisi Filsafat Peripatetik menuju Filsafat Illuminasi). Karena makna
utama dalam filsafat Islam sangat luas dan universal dan didalamnya, penulis
juga lebih kompleks dalam menerangkan masa transisi filsafat Islam dari
filsafat Peripatetik menuju ke pemikiran Suhrawardi yang lebih dikembangkan
oleh Ibnu Arabi' yaitu filsafat Illuminasi.
Kelebihan Buku
Kelebihan Buku dengan judul Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam ini terletak pada susunan
pembahasan yang ada di dalamnya. Dimana penulis dengan rinci menceritakan
transisi pemikiran filsafat Peripatetik menuju Filsafat Iluminasi. Dalam buku
tersebut diceritan pula kronologis pembelajaran dan biodagrafi singkat para tokoh
penggagas perippatetik yang mentransformasikannya dalam islam seperti al-kindi,
ibnu dan sina. Juga penolakan terhadap filsafat peripatetik yang dicetuskan
oleh suhrawardi dengan filsafat isyraqi sebagai bentuk penghujatan terhadap
filsafat peripatetik. Serta dalam buku ini dilengkapi dengan catatan kaki, dan
Indeks yang lengkap.
Kekurangan Buku
Kekurangan buku ini terdapat pada pembahasannya yang
mana langsung menjuru pada inti dari filsafat secara pengembangannya, tanpa
penutur dasar sebelumnya. Sehingga para pembaca mungkin merasa agak kesulitan
untuk memahaminya.
Bung Karno dan Ahmadiyah
By : Unknown
Benarkah Bung Karno Penganut Ahmadiyah ?
Tokoh politik dan tokoh agama pada umumnya dipegang oleh
tokoh yang berlainan, tetapi rumusan ini tidak berlaku untuk sosok Bung Karno.
Demikian tingginya nilai jual Bung Karno sehingga berbagai golongan saling
berebut untuk menjadi pengikut Bung Karno, atau dengan tanpa rasa segan mereka
menyebut Bung Karno menjadi pengikut aliran atau golongan yang mereka pimpin.
Ahmadiyah sebagai sebuah sekte keagamaan yang senantiasa
menimbulkan kontro versi ternyata juga tidak segan-segan untuk mengklaim Bung
Karno sebagai pengikutnya. Langkah ini diambil guna mempercepat pertumbuhan
Ahmadiyah di Indonesia.
Bayangkan, entah untuk maksud diskredit, atau maksud mencari
dukungan, Bung Karno pernah dikabarkan sebagai pendiri Ahmadiyah dan
propagandis Ahmadiyah di bagian Celebes (Sulawesi). Bagi yang anti-Sukarno,
berita itu bisa dijadikan alat untuk mendiskreditkannya. Sementara bagi
penganut Ahmadiyah, “mencatut” nama besar Bung Karno sebagai pendiri Ahmadiyah,
bisa menjadi alat propaganda yang luar biasa.
Kabar itu ditiupkan sekitar tahun 1935, tahun di mana Bung
Karno (dan keluarga) hidup dalam pembuangan di Endeh. Kabar itu dibawa kawan
Bung Karno yang baru datang dari Bandung. Ia mengabarkan bahwa suratkabar Pemandangan
telah memasang entrefilet atau semacam maklumat yang menyebutkan bahwa Bung
Karno telah mendirikan cabang Ahmadiyah sekaligus menjadi propagandis Ahmadiyah
bagian Celebes (Sulawesi).
Saat kabar itu diterima, suratkabar Pemandangan belum lagi
sampai di Endeh. Tapi Bung Karno percaya dengan si pembawa kabar. Karenanya, ia
berpesan kepada temannya itu untuk langsung melakukan counter, bantahan.
“Katakan, bahwa saya bukan anggota Ahmadiyah, jadi mustahil saya mendirikan
cabang Ahmadiyah atau menjadi propagandisnya. Apalagi buat bagian Celebes!
Sedangkan pelesir ke sebuah pulau yang jauhnya hanya beberapa mil saja dari
Endeh, saya tidak boleh!” tegas Bung Karno.
Bung Karno sendiri menengarai, dikait-kaitkannya nama dia
dengan Ahmadiyah, sangat mungkin karena intensitasnya mempelajari agama (Islam)
selama di Endeh. Ia bersurat-suratan dengan H. Hassan, seorang ulama dari
Persatuan Islam yang tinggal di Bandung. Surat-surat keagamaan antara Bung
Karno dan Hassan bahkan menjadi kajian yang sangat menarik bagi para pemerhati
Islam.
Sekalipun begitu toh, dalam salah satu surat Bung Karno
kepada A. Hassan ia menyampaikan terima kasihnya kepada Ahmadiyah. Entah terima
kasih untuk apa. Yang jelas, dalam surat tersebut, Bung Karno juga menuliskan
sikapnya, “Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah seorang nabi dan
belum percaya pula bahwa dia seorang mujadid.”
Itulah Bung Karno, Putera Sang Fajar yang terlahir dengan
berbagai kontroversi, namun demikian tetap tidak dapat kita pungkiri bahwa Bung
Karno adalah anugerah dari Allah SWT untuk bumi Pertiwi.
Biarkan Aku Yang Terluka
Tidak terlalu berlebihan kiranya apabila Bung Karno mendapat
julukan Putera Sang Fajar, secara awam dapat saya katakana bahwa Bung Karno
merupakan sosok yang membawa bangsa ini menuju fajar kemerdekaan.
Seluruh kekuaatan bangsa ini ada dalam genggaman Bung Karno,
merah kata Bung Karno maka merelah seluruh Indonesia, hitam kata Bung Karno
maka hitamlah Indonesia. Perkataan Bung Karno serta ajaran yang disampaikan
akan menjadi isi kepala seluruh bangsa Indonesia.
Melihat dari latar belakang diatas maka yang ada dalam
fikiran kita adalah: Bung Karno akan menggenggam Indonesia samapai saatnya dia
menghadap Sang Pencipta. Pengangkatan Bung Karno sebagai Presiden seumur hidup
tentunya melanggar Undang-Undang, tetapi dianggap sebuah kebenaran terutama
oleh masyarakat kalangan bawah. Namun demikian sejarah telah menentukan sesuatu
yang berbeda, dimana akal dan perkiraan manusia tidak lagi mampu memegang serta
menjadi sutradara jalannya sebuah sejarah.
Tulisan yang sangat singkat ini sedikit member gambaran
betapa pedihnya sayatan pedang sejarah.
Tak lama setelah mosi tidak percaya Parlemen bentukan
Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung
Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.
Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali
tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.
Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk
mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. “Bapak harus cepat meninggalkan
Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang”.
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang
membaca sesuatu di ruang itu. “Mana kakak-kakakmu?” kata Bung Karno. Guruh
menoleh ke arah Bapaknya dan berkata “Mereka pergi ke rumah Ibu” rumah Ibu yang
dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi “Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh
tinggal di
Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan
kamu ambil
lukisan atau hal lain itu punya negara”. Kata Bung Karno
lalu ia pergi
ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang
setia.
Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan ia maklum, ajudan
itu sudah
ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu. “Aku sudah tidak
boleh
tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun,
Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu
milik negara”.
Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, “Kenapa bapak
tidak
melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan” salah satu
ajudan hampir
berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno. “Kalian tau
apa, kalau
saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit
jikalau
perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan
hidung kita,
perang dengan bangsa sendiri tidak..lebih baik saya yang
robek dan
hancur daripada bangsa saya harus perang saudara”. Beberapa
orang dari
dapur berlarian saat tau Bung Karno mau pergi, mereka bilang
“Pak kami
tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila
bapak pergi
belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk
masak agak enak
dari biasanya” Bung Karno tertawa “Ah, sudahlah sayur lodeh
basi tiga
hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini
perlunya
apa….”
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya
datang
seorang perwira suruhan Orde Baru. “Pak, bapak segera
meninggalkan
tempat ini” beberapa tentara sudah memasuki beberapa
ruangan. Dalam
pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia
ke dalam
ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia
masukkan
bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos
oblong, Bung
Karno bendera pusaka tidak akan dirawat oleh rezim ini
dengan benar.
Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. “Aku pergi
dulu” kata
Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan
celana panjang
hitam. “Bapak tidak berpakaian dulu” Bung Karno mengibaskan
tangannya,
ia terburu-buru. Dan keluar dari Istana dengan naik mobil VW
kodok ia
minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya,
Kebayoran.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di
pojokan
halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera
Pusaka itu
dirawat hato-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi
daun-daun yang
tumbuh di halaman. Kadang-kadang ia memegang dadanya, ia
sakit ginjal
parah namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak
kunjung diberikan.
Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya tiba-tiba
datang satu
truk tentara ke rumah Sriwijaya. Suatu saat Bung Karno
mengajak
ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk
jalan-jalan. Saat
melihat duku Bung Karno bilang “Aku pengen duku..Tri, Sing
Ngelah Pis,
aku tidak punya uang” Nitri yang uangnya juga sedikit
ngelihat
dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri
mendatangi tukang
duku dan berkata “Pak bawa dukunya ke orang yang ada di
dalam mobil”
Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno “Mau
pilih mana Pak,
manis-manis nih” kata Tukang Duku dengan logat betawi. Bung
Karno
berkata “Coba kamu cari yang enak” Tukang Duku-nya merasa
sangat akrab
dengan suara itu dan dia berteriak “Lha itu kan suara
Bapak…Bapak…Bapak” Tukang Duku berlari ke teman-temannya
pedagang
“Ada Pak Karno…ada Pak Karno” serentak banyak orang di pasar
mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa tapi dalam hati ia
takut
orang ini akan jadi sasaran tentara karena disangka mereka
akan
mendukung Bung Karno. “Tri cepat jalan”….. Mendengar Bung
Karno sering
keluar rumah maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung
Karno
diasingkan. Di Bogor dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan
dirawat
Kenyataan tragis yang dialami oleh Bung karno merupakan
gambaran tragis kondisi politik dan sistim alih kekuasaan di Indonesia. Bung
Karno telah memberikan seluruh catatan hidupnya untuk kebangkitan Bangsa Indonesia,
walau pada akhirnya di Indonesia pula Bung Karno di campakkan.
Salam Revolusi
Kata-kata soekarno (soekarno quotes)
By : Unknown
Berbicara mengenai sosok Bung Karno memang tidak akan habisnya.
Meskipun beliau telah tiada, Namun nama beliau tetap harum dan jasa-jasa nya
akan selalu tetap dikenang dalam setiap sanubari rakyat Indonesia.
Kata Motivasi Bijak Soekarno
ini adalah sebuah ungkapan Kata kata Mutiara dari
seorang Proklamator kita yaitu Presiden pertama Republik Indonesia Ir.
Soekarno, Bung karno atau sang proklamator kita, memiliki jasa-jasa hebat
selama massa hidupnya demi mengabdi untuk negara kita tercinta, yaitu Indonesia
Raya. Pria kharismatik ini lahir pada tanggal 06 Juni 1901 merupakan
proklamator kemerdekaan Indonesia yang sangat nasionalis, disegani dan
berkarakter tegas. Sebagai bangsa yang besar, kita pada masa kini mungkin
sangat meng idam-idamkan jiwa pemimpin seperti beliau, dan pidato-pidatonya
yang lantang dan berwibawa pada zaman perjuangan dahulu kala, Untuk mengingat
sosok beliau berikut saya bagikan Kumpulan Kata
kata Motivasi Soekarno dan Semoga saja dapat
menginspirasi kita semua, untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Kumpulan Kata
Motivasi Bijak Ir. Soekarno
Tuhan telah menciptakan bangsa ini untuk maju melawan
kebohongan para elit-elit atas, hanya bangsanya sendirilah yang mampu
membuatnya untuk maju dan merubah nasib negerinya sendiri.
Aku meninggalkan Kekayaan alam Indonesia, biar semua
negara-2 besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa
Indonesia sendiri yang mengolahnya.
Barang siapapun yang ingin mutiara, Maka harus berani terjun
di lautan yang dalam, Untuk menemukan mutiara itu.
Tuhan berfirman inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus
menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma
biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasib sesuatu bangsa sebelum bangsa itu
merobah nasibnya” Bung Karno, Pidato HUT Proklamasi, 1964
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para
pejuang dan pahlawannya.” Ir. Soekarno, Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961″
Kita belum hidup didalam sinar bulan purnama, kita masih
hidup dimasa pancaroba. Jadi tetaplah bersemangat elang rajawali.”
Gantungkanlah cita-cita mu setinggi langit!
Bermimpilah
setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara
bintang-bintang.
Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor
burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke
puncak yang tinggi, setinggi-tingginya; Jika patah satu dari pada dua sayap
itu, maka tak dapat terbanglah burung itu sama sekali.
Perjuanganku lebih mudah karena mengusir para penjajah dari
luar, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan orang-orangmu dan bangsamu
sendiri.
Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru
dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan seluruh dunia”
Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun itu sebuah
jembatan emas.., di seberang jembatan itu jalan terpecah dua: satu ke dunia
sama rata sama rasa.., satu ke dunia sama ratap sama tangis!”
Orang tidaklah bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak
mengabdi kepada sesama manusia.. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.”
Apakah kelemahan kita kurang percaya diri sebagai bangsa
yang kuat, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri dan kurang
mempercayai satu dan yang lainnya, padahal kita ini berasal dari rakyat yang
bergotong royong.”
Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan
seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya
kekuasaan rakyat indonesia. Dan diatas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang
Maha kuasa.”
Bangunlah sebuah dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam
damai dan persaudaraan.”
Kita adalah bangsa yang sangat besar, kita bukan bangsa
tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika
bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu!
Lebih baik
makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak.” Bung Karno,
Pidato HUT Proklamasi”
Aku lebih suka sebuah lukisan samudra yang gelombangnya
menggebu-gebu daripada lukisan sawah yang adem ayem tentram.”
Jangan mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi
tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk derita pekerjaan kita
selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” Ir.
Soekarno, Pidato HUT Proklamasi”
Apabila dalam di dalam diri seseorang masih ada rasa malu
dan takut untuk berbuat suatu kebajikan, maka jaminan bagi orang tersebut
adalah tidak akan bertemu dengan yang namanya kemajuan walaupun satu langkah.”
Jangan melihat ke masa depan dengan mata tertutup dan buta.
Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan
datang.
Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang
kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk
mempertahankannya”. Ir. Soekarno, Pidato HUT Proklamasi 1956
Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum Kapitalnya
merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan,
cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang
cukup memberi sandang dan pangan?” Ir. Soekarno Pidato lahirnya Pancasila 1
Juni 1945
Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para
kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih saking laku cengengilan adoh saking juti.
Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote, labet sakin9 tan wonten
sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku. Bebek
ayam raja kaya enjang medal ing panggenan, sore bali ing kandange dewe-dewe.
Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya,
warengnya-udeg-udegnya gantung siwurnya.
Bekerja bersatu padu, jauh daripada
hasut, dengki, orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan
di jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme.” Bung Karno, Pidato Hari
Ibu 22 Desember 1960″
Itulah sedikit kumpulan Kata kata Bijak dan Kata kata Motivasi sang
proklamator kita Ir. Soekarno baik tentang pemuda, kemerdekaan, dan yang
lainnya. Semoga Kata kata Mutiara diatas
bisa bermanfaat untuk kita semua dan dapat meningkatkan rasa nasionalisme atau
kecintaan kita terhadap bangsa Indonesia yang perlahan mulai terkikis karena
zaman semakin hari terus berubah dan mulai hilangnya norma-norma sosial untuk
melakukan kebaikan.
Untuk itu marilah kita satukan visi dan misi terutama bagi
para elit politik di Republik Indonesia ini Siapa lagi yang akan membuat bangsa
ini maju kalo bukan kita, kapan lagi kalau tidak sekarang, Perangi Korupsi
Kolusi dan Nepotisme, setidaknya mari kita mulai dari diri kita sendiri
- dari berbagai sumber
Dibalik Kebesaran Soekarno
By : Unknown
Dibalik
Kebesaran Soekarno
“AKU ini bukan apa-apa
kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku
penyambung lidah rakyat.” Pengakuan ini meluncur dari Soekarno, Presiden RI
pertama, dalam karyanya Menggali Api Pancasila. Sadar atau tidak sadar ia
mengucapkannya, terkesan ada kejujuran di sana. Soekarno, sang orator ulung dan
penulis piawai, memang selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan
kesepian dan tak suka tempat tertutup. Dari pidato dan tulisannya yang memperlihatkan
betapa mahirnya ia menggunakan bahasa, tersirat sebuah kebutuhan untuk selalu
mendapat dukungan dari orang lain.
Gejala berbahasa Soekarno, Bung Karno, merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Wajar kalau muncul pertanyaan “Apakah kemahiran Soekarno menggunakan bahasa dengan segala ma-cam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya?” Analisis terhadap kepribadian Soekarno melalui autobiografi, karangan-karangannya, dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya dapat membantu memberikan jawaban. Dengan menggunakan pendekatan teori psi-kologi individual dari Alfred Adler (Hall dan Lindzey, 1985) dapat dipahami bagaimana Proklamator Kemerdekaan RI ini bisa menjadi pribadi yang berapi-api, pembakar semangat banyak orang, gagah dan teguh sekaligus sensitif, takut pada kesendirian, dan sangat membutuhkan dukungan sosial.
Pribadi yang kesepian
Di akhir masa kekuasaannya, Soekarno sering merasa kesepian. Dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat, ia menceritakannya.
“Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.’… Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”
(Adams, 2000:3)
“Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil… Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu… Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”
(Adams, 2000:14)
Apa yang ditampilkan Soekarno dapat dilihat sebagai sindrom orang terkenal. Ia diklaim milik rakyat Indonesia. Walhasil, ia tak bisa lagi bebas bepergian sendiri menikmati kesenangannya (Adams, 2000:12). Namun, melihat ke masa mudanya, kita juga menemukan tanda-tanda kesepian di sana. Semasa sekolah di Hogere Burger School (HBS), ia menekan kesendiriannya dengan berkubang dalam buku-buku, sebuah kompensasi dari kemiskinan yang dialaminya. Kebiasaan ini berlanjut hingga masa ia kuliah di Bandung. Soekarno terkenal sebagai pemuda yang pendiam dan suka menarik diri (Adams, 2000:89-91).
Indikasi kesepian juga kita dapatkan dalam ceritanya tentang penjara. Malam-malam di penjara menyiksanya dengan ruang yang sempit dan tertutup. Dinding-dinding kamar tahanannya terlalu menjepit dirinya. Lalu muncullah perasaan badannya yang membesar hingga makin terjepit dalam ruang tahanan itu.
“Yang paling menekan perasaan dalam seluruh penderitaan itu adalah pengurungan. Seringkali jauh tengah malam aku merasa seperti dilak rapat dalam kotak kecil berdinding batu yang begitu sempit, sehingga kalau aku merentangkan tangan, aku dapat menyentuh kedua belah dindingnya. Rasanya aku tak bisa bernafas. Kupikir lebih baik aku mati. Suatu perasaan mencekam diriku, jauh sama sekali dari keadaan normal.” (Adams, 2000:135)
Lebih jauh lagi ke masa kecilnya, Soekarno sering merasa sedih karena hidup dalam kemelaratan sehingga tak dapat menikmati benda-benda yang diidamkannya. Di saat anak-anak lain dapat menikmati makanan jajanan dan mainan, Karno hanya dapat menyaksikan mereka dengan perasaan sedih. Lalu ia menangis mengungkapkan ketidakpuasan sekaligus ketakberdayaannya. Selain itu, di lingkungan sekolah ia harus berhadapan dengan anak-anak Belanda yang sudah terbiasa memandang remeh pribumi.
Pengalaman yang cukup traumatis terjadi di masa lima tahun pertama. Soekarno pernah berturut-turut menderita penyakit seperti tifus, disentri, dan malaria yang berujung pada penggantian namanya dari Kusno menjadi Karno, nama seorang tokoh pewayangan putra Kunti yang berpihak pada Kurawa demi balas budi dan kewajiban membela negara yang menghidupinya. Sakit yang melemah-kan secara fisik dapat berpengaruh terhadap kondisi psikis. Sangat mungkin muncul perasaan lemah, tak berdaya, dan terasing pada diri Soekarno kecil. Untungnya dilakukan penggantian nama disertai penjelasan dari ayahnya tentang makna pergantian nama yang memberinya kebanggaan karena menyandang nama pejuang besar.
Pengalaman sakit-sakitan dan hidup dalam kemiskinan tampak membekas kuat dalam ingatan Soekarno. Di masa tuanya, ia menafsirkan kegemarannya bersenang-senang sebagai kompensasi dari masa lalunya yang dirampas kemiskinan (Adams, 2000). Ada semacam dendam terhadap kemiskinan dan ketidakberdayaan yang telah berkilat dalam dirinya. Dendam yang kemudian menggerakkannya pada semangat perjuangan kemerdekaan dan keinginan belajar yang tinggi.
Mitos-mitos dari masa kecil
Sejak kecil, Soekarno sudah menyimpan mitos tentang diri-nya sebagai pejuang besar dan pembaru bagi bangsanya. Ibunya, Ida Nyoman Rai, menceritakan makna kelahiran di waktu fajar.
“Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar.” (Adams, 2000:24)
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandangnya sebagai pertanda nasib baik.
“Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan.” (Adams, 2000:25)
Soekarno melihat dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik.
“Karena aku terdiri dari dua belahan, aku dapat memperlihatkan segala rupa, aku dapat mengerti segala pihak, aku memimpin semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain. Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu menjadikanku seseorang yang merangkul semua-nya.”
Kejadian lain yang dianggap pertanda nasib oleh Soekarno adalah meletusnya Gunung Ke-lud saat ia lahir. Tentang ini ia menyatakan, “Orang yang percaya kepada takhayul meramalkan, ‘Ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno,” Selain itu, penjelasan tentang penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya.
Kepercayaan akan pertanda-pertanda yang muncul di hari kelahiran Soekarno memberi semacam gambaran masa depan dalam benak Soekarno sejak masa kecilnya. Dalam kerangka pemikiran Adler, gambaran masa depan itu disebut fictional final goals (tujuan akhir fiktif). Meskipun fiktif (tak didasari kenyataan), tetapi gambaran masa depan ini berperan menggerakkan kepribadian manusia untuk mencapai kondisi yang tertuang di dalamnya (Adler, 1930:400). Riwayat hidup Soekarno memperlihatkan bagaimana gambaran dirinya di masa depan dan persepsinya tentang Indonesia menggerakkannya mencapai kemerdekaan Indonesia.
Bombasme bahasa dan keinginan merengkuh massa
Setelah menjadi presiden, Soekarno berpidato tiap tanggal 17 Agustus. Di sana dapat kita temukan kalimat-kalimat muluk, penggunaan perumpamaan elemen-elemen alam yang megah dan hiperbolisme bahasa. Dari tahun ke tahun pidatonya makin gegap-gempita, mencoba membakar semangat massa pendengarnya dengan retorika kata-kata muluk.
Dari kalimat-kalimat itu dapat dibayangkan seperti apakah kondisi psikis orang yang menggunakannya. Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1949, contohnya, ia berseru, “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali.” Di sini ada indikasi ia menempatkan diri sebagai orang yang bersemangat elang rajawali sehingga memiliki hak dan kewajiban untuk menyerukan pada rakyatnya agar memiliki semangat yang sama dengannya.
Seruan-seruan yang sering dilontarkan dalam pidatonya adalah tentang perjuangan yang harus dilakukan tak henti-henti.
“Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu.”
(Pidato 17 Agustus 1948)
“Tidak seorang yang menghitung-hitung: Berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya.”
(Pidato 17 Agustus 1956)
“Karena itu segenap jiwa ragaku berseru kepada bangsaku Indonesia: “Terlepas dari perbedaan apa pun, jagalah Persatuan, jagalah Kesatuan, jagalah Keutuhan! Kita sekalian adalah machluk Allah! Dalam menginjak waktu yang akan datang, kita ini se-olah-olah adalah buta.”
(Pidato 17 Agustus 1966)
Selain ajakan untuk berjuang, tersirat juga dari petikan-petikan tersebut bahwa Soekarno memandang dirinya sebagai orang yang terus-menerus berjuang mengisi kemerdekaan. Pengaruh fictional final goals-nya terlihat jelas, Soekarno yang sejak kecil membayangkan diri menjadi pemimpin bangsanya dengan kepercayaan tinggi menempatkan dirinya sebagai guru bagi rakyat.
“Adakanlah ko-ordinasi, ada-kanlah simponi yang seharmonis-harmonisnya antara kepentingan sendiri dan kepentingan umum, dan janganlah kepentingan sendiri itu dimenangkan diatas kepentingan umum.”
(Pidato 17 Agustus 1951)
“Kembali kepada jiwa Proklamasi …. kembali kepada sari-intinya yang sejati, yaitu pertama jiwa Merdeka Nasional… kedua jiwa ichlas… ketiga jiwa persatuan… keempat jiwa pembangunan.”
(Pidato 17 Agustus 1952)
“Dalam pidatoku “Berilah isi kepada kehidupanmu” kutegaskan: “Sekali kita berani bertindak revolusioner, tetap kita harus berani bertindak revolusioner…. jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah jalan…” kita adalah “fighting nation” yang tidak mengenal “journey’s-end”
(Pidato 17 Agustus 1956)
Keinginannya untuk merengkuh massa sebanyak-banyaknya tampak dari kesenangannya tampil di depan massa. Bombasme-kecenderungan yang kuat untuk menggunakan kalimat-kalimat muluk dan ide-ide besar yang tidak disertai oleh tindakan konkret-praktis untuk mencapainya yang ditampilkannya dapat diartikan sebagai usaha memikat hati rakyat. Pidato-pidatonya banyak mengandung gaya hiperbola dan metafora yang berlebihan seperti “Laksana Malaikat yang menyerbu dari langit”, “adakanlah simfoni yang seharmonis-harmonisnya antara kepentingan sendiri dan kepentingan umum”, “Bangsa yang gila kemuktian, satu bangsa yang berkarat”, dan “memindahkan Gunung Semeru atau Gunung Kinibalu sekalipun.” Simak kutipan-kutipan berikut bagaimana gaya bahasa yang digunakan untuk memikat massa.
“Janganlah melihat ke masa depan dengan Mata Buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca mata benggalanya dari pada masa yang akan datang.”
(Pidato 17 Agustus 1966)
“Atau hendakkah kamu menjadi bangsa yang ngglenggem”? Bangsa yang ‘zelfgenoegzaam’? Bangsa yang angler memeteti burung perkutut dan minum teh nastelgi? Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desak mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!”
(Pidato 17 Agustus 1960)
Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.
(Pidato 17 Agustus 1963)
Gaya menggurui dari tahun ke tahun makin jelas terlihat dalam pidato Soekarno. Ia makin sering membuka pidatonya dengan kalimat “Saya akan memberi kursus tentang”. Pengaruh gambaran masa kecilnya tentang Soekarno sebagai pembuka fajar baru bagi bangsanya makin tegas. Ia tak menyadari bahwa gambaran itu bersifat fiktif, tak didasari kenyataan. Soekarno melambung tinggi dengan ide-idenya dan cenderung mengabaikan kondisi konkret bangsanya terutama kondisi ekonomi.
Gejala berbahasa Soekarno, Bung Karno, merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Wajar kalau muncul pertanyaan “Apakah kemahiran Soekarno menggunakan bahasa dengan segala ma-cam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya?” Analisis terhadap kepribadian Soekarno melalui autobiografi, karangan-karangannya, dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya dapat membantu memberikan jawaban. Dengan menggunakan pendekatan teori psi-kologi individual dari Alfred Adler (Hall dan Lindzey, 1985) dapat dipahami bagaimana Proklamator Kemerdekaan RI ini bisa menjadi pribadi yang berapi-api, pembakar semangat banyak orang, gagah dan teguh sekaligus sensitif, takut pada kesendirian, dan sangat membutuhkan dukungan sosial.
Pribadi yang kesepian
Di akhir masa kekuasaannya, Soekarno sering merasa kesepian. Dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat, ia menceritakannya.
“Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.’… Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”
(Adams, 2000:3)
“Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil… Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu… Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”
(Adams, 2000:14)
Apa yang ditampilkan Soekarno dapat dilihat sebagai sindrom orang terkenal. Ia diklaim milik rakyat Indonesia. Walhasil, ia tak bisa lagi bebas bepergian sendiri menikmati kesenangannya (Adams, 2000:12). Namun, melihat ke masa mudanya, kita juga menemukan tanda-tanda kesepian di sana. Semasa sekolah di Hogere Burger School (HBS), ia menekan kesendiriannya dengan berkubang dalam buku-buku, sebuah kompensasi dari kemiskinan yang dialaminya. Kebiasaan ini berlanjut hingga masa ia kuliah di Bandung. Soekarno terkenal sebagai pemuda yang pendiam dan suka menarik diri (Adams, 2000:89-91).
Indikasi kesepian juga kita dapatkan dalam ceritanya tentang penjara. Malam-malam di penjara menyiksanya dengan ruang yang sempit dan tertutup. Dinding-dinding kamar tahanannya terlalu menjepit dirinya. Lalu muncullah perasaan badannya yang membesar hingga makin terjepit dalam ruang tahanan itu.
“Yang paling menekan perasaan dalam seluruh penderitaan itu adalah pengurungan. Seringkali jauh tengah malam aku merasa seperti dilak rapat dalam kotak kecil berdinding batu yang begitu sempit, sehingga kalau aku merentangkan tangan, aku dapat menyentuh kedua belah dindingnya. Rasanya aku tak bisa bernafas. Kupikir lebih baik aku mati. Suatu perasaan mencekam diriku, jauh sama sekali dari keadaan normal.” (Adams, 2000:135)
Lebih jauh lagi ke masa kecilnya, Soekarno sering merasa sedih karena hidup dalam kemelaratan sehingga tak dapat menikmati benda-benda yang diidamkannya. Di saat anak-anak lain dapat menikmati makanan jajanan dan mainan, Karno hanya dapat menyaksikan mereka dengan perasaan sedih. Lalu ia menangis mengungkapkan ketidakpuasan sekaligus ketakberdayaannya. Selain itu, di lingkungan sekolah ia harus berhadapan dengan anak-anak Belanda yang sudah terbiasa memandang remeh pribumi.
Pengalaman yang cukup traumatis terjadi di masa lima tahun pertama. Soekarno pernah berturut-turut menderita penyakit seperti tifus, disentri, dan malaria yang berujung pada penggantian namanya dari Kusno menjadi Karno, nama seorang tokoh pewayangan putra Kunti yang berpihak pada Kurawa demi balas budi dan kewajiban membela negara yang menghidupinya. Sakit yang melemah-kan secara fisik dapat berpengaruh terhadap kondisi psikis. Sangat mungkin muncul perasaan lemah, tak berdaya, dan terasing pada diri Soekarno kecil. Untungnya dilakukan penggantian nama disertai penjelasan dari ayahnya tentang makna pergantian nama yang memberinya kebanggaan karena menyandang nama pejuang besar.
Pengalaman sakit-sakitan dan hidup dalam kemiskinan tampak membekas kuat dalam ingatan Soekarno. Di masa tuanya, ia menafsirkan kegemarannya bersenang-senang sebagai kompensasi dari masa lalunya yang dirampas kemiskinan (Adams, 2000). Ada semacam dendam terhadap kemiskinan dan ketidakberdayaan yang telah berkilat dalam dirinya. Dendam yang kemudian menggerakkannya pada semangat perjuangan kemerdekaan dan keinginan belajar yang tinggi.
Mitos-mitos dari masa kecil
Sejak kecil, Soekarno sudah menyimpan mitos tentang diri-nya sebagai pejuang besar dan pembaru bagi bangsanya. Ibunya, Ida Nyoman Rai, menceritakan makna kelahiran di waktu fajar.
“Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar.” (Adams, 2000:24)
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandangnya sebagai pertanda nasib baik.
“Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan.” (Adams, 2000:25)
Soekarno melihat dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik.
“Karena aku terdiri dari dua belahan, aku dapat memperlihatkan segala rupa, aku dapat mengerti segala pihak, aku memimpin semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain. Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu menjadikanku seseorang yang merangkul semua-nya.”
Kejadian lain yang dianggap pertanda nasib oleh Soekarno adalah meletusnya Gunung Ke-lud saat ia lahir. Tentang ini ia menyatakan, “Orang yang percaya kepada takhayul meramalkan, ‘Ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno,” Selain itu, penjelasan tentang penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya.
Kepercayaan akan pertanda-pertanda yang muncul di hari kelahiran Soekarno memberi semacam gambaran masa depan dalam benak Soekarno sejak masa kecilnya. Dalam kerangka pemikiran Adler, gambaran masa depan itu disebut fictional final goals (tujuan akhir fiktif). Meskipun fiktif (tak didasari kenyataan), tetapi gambaran masa depan ini berperan menggerakkan kepribadian manusia untuk mencapai kondisi yang tertuang di dalamnya (Adler, 1930:400). Riwayat hidup Soekarno memperlihatkan bagaimana gambaran dirinya di masa depan dan persepsinya tentang Indonesia menggerakkannya mencapai kemerdekaan Indonesia.
Bombasme bahasa dan keinginan merengkuh massa
Setelah menjadi presiden, Soekarno berpidato tiap tanggal 17 Agustus. Di sana dapat kita temukan kalimat-kalimat muluk, penggunaan perumpamaan elemen-elemen alam yang megah dan hiperbolisme bahasa. Dari tahun ke tahun pidatonya makin gegap-gempita, mencoba membakar semangat massa pendengarnya dengan retorika kata-kata muluk.
Dari kalimat-kalimat itu dapat dibayangkan seperti apakah kondisi psikis orang yang menggunakannya. Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1949, contohnya, ia berseru, “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali.” Di sini ada indikasi ia menempatkan diri sebagai orang yang bersemangat elang rajawali sehingga memiliki hak dan kewajiban untuk menyerukan pada rakyatnya agar memiliki semangat yang sama dengannya.
Seruan-seruan yang sering dilontarkan dalam pidatonya adalah tentang perjuangan yang harus dilakukan tak henti-henti.
“Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu.”
(Pidato 17 Agustus 1948)
“Tidak seorang yang menghitung-hitung: Berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya.”
(Pidato 17 Agustus 1956)
“Karena itu segenap jiwa ragaku berseru kepada bangsaku Indonesia: “Terlepas dari perbedaan apa pun, jagalah Persatuan, jagalah Kesatuan, jagalah Keutuhan! Kita sekalian adalah machluk Allah! Dalam menginjak waktu yang akan datang, kita ini se-olah-olah adalah buta.”
(Pidato 17 Agustus 1966)
Selain ajakan untuk berjuang, tersirat juga dari petikan-petikan tersebut bahwa Soekarno memandang dirinya sebagai orang yang terus-menerus berjuang mengisi kemerdekaan. Pengaruh fictional final goals-nya terlihat jelas, Soekarno yang sejak kecil membayangkan diri menjadi pemimpin bangsanya dengan kepercayaan tinggi menempatkan dirinya sebagai guru bagi rakyat.
“Adakanlah ko-ordinasi, ada-kanlah simponi yang seharmonis-harmonisnya antara kepentingan sendiri dan kepentingan umum, dan janganlah kepentingan sendiri itu dimenangkan diatas kepentingan umum.”
(Pidato 17 Agustus 1951)
“Kembali kepada jiwa Proklamasi …. kembali kepada sari-intinya yang sejati, yaitu pertama jiwa Merdeka Nasional… kedua jiwa ichlas… ketiga jiwa persatuan… keempat jiwa pembangunan.”
(Pidato 17 Agustus 1952)
“Dalam pidatoku “Berilah isi kepada kehidupanmu” kutegaskan: “Sekali kita berani bertindak revolusioner, tetap kita harus berani bertindak revolusioner…. jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah jalan…” kita adalah “fighting nation” yang tidak mengenal “journey’s-end”
(Pidato 17 Agustus 1956)
Keinginannya untuk merengkuh massa sebanyak-banyaknya tampak dari kesenangannya tampil di depan massa. Bombasme-kecenderungan yang kuat untuk menggunakan kalimat-kalimat muluk dan ide-ide besar yang tidak disertai oleh tindakan konkret-praktis untuk mencapainya yang ditampilkannya dapat diartikan sebagai usaha memikat hati rakyat. Pidato-pidatonya banyak mengandung gaya hiperbola dan metafora yang berlebihan seperti “Laksana Malaikat yang menyerbu dari langit”, “adakanlah simfoni yang seharmonis-harmonisnya antara kepentingan sendiri dan kepentingan umum”, “Bangsa yang gila kemuktian, satu bangsa yang berkarat”, dan “memindahkan Gunung Semeru atau Gunung Kinibalu sekalipun.” Simak kutipan-kutipan berikut bagaimana gaya bahasa yang digunakan untuk memikat massa.
“Janganlah melihat ke masa depan dengan Mata Buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca mata benggalanya dari pada masa yang akan datang.”
(Pidato 17 Agustus 1966)
“Atau hendakkah kamu menjadi bangsa yang ngglenggem”? Bangsa yang ‘zelfgenoegzaam’? Bangsa yang angler memeteti burung perkutut dan minum teh nastelgi? Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur terhimpit dalam desak mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut rebutan hidup!”
(Pidato 17 Agustus 1960)
Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.
(Pidato 17 Agustus 1963)
Gaya menggurui dari tahun ke tahun makin jelas terlihat dalam pidato Soekarno. Ia makin sering membuka pidatonya dengan kalimat “Saya akan memberi kursus tentang”. Pengaruh gambaran masa kecilnya tentang Soekarno sebagai pembuka fajar baru bagi bangsanya makin tegas. Ia tak menyadari bahwa gambaran itu bersifat fiktif, tak didasari kenyataan. Soekarno melambung tinggi dengan ide-idenya dan cenderung mengabaikan kondisi konkret bangsanya terutama kondisi ekonomi.