Popular Post

Posted by : Unknown Jan 3, 2017

Resensi buku buku dasar-dasar filsafat india




Judul Buku : Dasar-dasar Filsafat India
Penulis : IB Putu Suamba
Penerbit : Universitas Hindu Indonesia
Tebal : xv + 420 hlm, Tahun 2003

Jika sekadar ingin mendapat pengantar untuk memahami “hutan” filsafat India, buku ini memberi lumayan gambaran terstruktur, runtut, dan lengkap. Tapi, tidak sebagai bacaan lanjut dan mendalam.
Sejarah mengalir terus, peradaban timbul tenggelam. Sebutlah, misalnya, kebesaran peradaban Iran, Yunani Roma, dan Byzantium hilang dalam bebarapa abad. Prancis modern berakhir dari Treaty of Westphalia pada limit waktu 1648 hingga 1942.

Tapi di belahan dunia lain Cina dan India mencatat peradaban gemilang dalam suatu oase panjang. Di sini penting disimak pemikiran sejarawan Inggris, Arnold A Toynbee, bahwa kebesaran suatu peradaban tidak bisa diukur dari lamanya manusia menjegal manusia lain dalam pertempuran, dari kekayaan yang dirampas, atau penghancuran kebudayaan atas wilayah yang ditaklukkan. Menurut Toynbee, peradaban harus dihitung dalam hal pengetahuan, keindahan, dan kebudayaan yang telah disumbangkan kepada umat manusia dalam perjalanan mencapai tujuan realisasi hidup. Inilah apologi dasar yang diketengahkan I B Putu Suamba saat mengawali pemaparan panjang penulisan buku Dasar-Dasar Filsafat India.

Dengan mengutip AL Basham, editor buku A Cultural History of India (1975), Suamba, kini pengajar di Program Magister Ilmu Agama dan Kebudyaan Universitas Hindu Indonesia, mencatatkan empat tempat asal mula utama peradaban, dari mana elemen-elemen kebudayaan telah menyebar ke bagian-bagian lain dunia. Keempat tempat tersebut bergerak dari Timur ke Barat adalah Cina, anak benua India, dan wilayah Mediterania, khususnya Yunani dan Italia.

Di antara keempat ini, India telah memberikan sumbangan teramat besar daripada yang biasa diberikan kepadanya. Pada penilaian yang minimal, India secara dalam telah mempengaruhi kehidupan religius hampir sebagian besar bangsa Asia dan telah menyediakan elemen-elemen penting dalam budaya Asia Tenggara. Hingga kini Asia tetap mewakili satu pola besar pengaruh peradaban India.

Secara umum diyakini dunia Barat bahwa sebelum dampak pembelajaran Eropa, ilmu pengetahuan dan teknologi Timur telah sedikit berubah selama beberapa abad. Namun “kebijaksanaan Timur” tidak berubah selama mileniuman tahun, hal ini diperkirakan semata untuk menjaga varitas-varitas eternal yang dilupakan peradaban Barat. Di sisi lain, Timur tidak siap memasuki dunia modern yang kasar, tanpa panduan untuk masa yang tidak pasti dari negara-negara Barat yang lebih maju.

Kenapa Timur enggan memasuki peradaban modern? Suamba tak memberi pembahasan lanjut. Ia hanya menyajikan sketsa-sketsa psiko-religius peradaban Timur, khususnya yang diwakili India. Maklum buku ini tak hendak bicara tentang filsafat kebudayaan secara luas, utuh menyeluruh. Sejak awal buku ini memang diniatkan untuk menjabarkan dasar-dasar filsafat India.

Memang, sebagaimana diakui banyak pemerhati kebudayaan, India memiliki kontribusi penting bagi perkembangan peradaban dunia, terutama menyangkut bidang yang sangat luas, meliputi agama, etika, moral, kesenian, bahasa, dan ilmu pengetahuan. Tetapi penting dicermati, dalam konteks sejarah filsafat, India tidak memiliki kesadaran sejarah yang kuat, memori sejarah mereka sangatlah lemah. Dengan begitu jangan berharap memperoleh gambaran yang faktual, dan bisa dipertanggungjawabkan—seperti apa sesungguhnya perjalanan peradaban benua India yang besar itu.

Dengan demikian ketika hendak menulis sejarah filsafat India, tak jarang harus berhadapan dengan hutan belantara, pekat berliku. Justru itu, sebagaimana diakui penulis, mustahil bisa menulis kronologi yang tepat bagaimana pemikiran filsafat berkembang di India. Di sini jelas, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang mati. Filsafat terang berkaitan dengan sejarah, bertemali dengan kehidupan intelektual, serta mencerminkan kondisi sosial pada zamanya.

Ini diakui filosuf S. Radhakrishnan. Menurut penulis buku Indian Philosophy ini, pendahulu-pendahulu pemikir India kerap terlalu asketik, tidak memperhatikan kronologi sejarah, untuk itu adalah tidak mungkin menulis masa-masa yang tepat kapan suatu peristiwa terjadi. Karena kekaburan periodisasi, tak salah bila kemudian muncul sejumlah tafsir kronologi perkembangan filsafat India. Dalam perdebatan filsafat, hal ini memang merupakan sistesa penting. Debat dalam tradisi filsafat selalu punya nalar khusus, bahwa tidak ada yang final dalam pergumulan filsafat. Sering sebuah akumulasi harus runtuh bila berhadapan dengan akumulasi lebih kompetitif, logis, dan terang. Namun perlu diingat, filsafat India bukan semata menyajikan “olah otak”, sebaliknya ia menjadi jalan realiasi diri. Dalam realisasi itu, pemungsian hati, perasaan, ketajaman citta-budhi, menjadi elemen penting menuju kebenaran tertinggi.

Kendatipun buku ini berniat menjabarkan dasar-dasar filsafat India, di sana sini ditemui kerumitan “nalar”, belum lagi kerumitan logika bahasa penulisnya. Sejumlah jabarannya terkesan hanyut dalam logika terjemahan, yang barangkali perlu disederhanakan. Bukankah di antara filosof yang paling berhasil adalah mereka yang bisa menyajikan pikiran dengan bahasa sederhana, runtut, dan mengalir? Namun sebagai pengantar memahami “hutan” filsafat India, buku ini memberi lumayan gambaran terstruktur, runtut, dan lengkap.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Pembelajar - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Tubagus Bakhtiar -