Popular Post

Posted by : Unknown Jan 2, 2017

sebuah opini




                                Munurut   Professor J.A Barnes (Pada tahun 1954), Jejaring sosial merupakan sebuah sistem struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individu atau organisasi. Jejaring sosial ini akan membuat mereka yang memiliki kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang telah dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga bisa saling berhubungan.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa jejaring sosial pada intinya mempunyai manfaat untuk menyalurkan hubungan manusia satu sama lain pada jarak yang berjauhan. Namun disadari atau tidak, disamping manfaat baik tersebut banyak sekali manusia memggunakannya dengan hal-hal yang merujuk pada kesenangan semata. Seperti misalnya menggunakan jejaring sosial sebagai ajang modus kejahatan oleh kelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Tak jarang juga pengguna jejaring sosial memanfaatkannya dengan hanya sebatas iseng, kenalan, bercanda, hura-hura dan lain sebagainya. Ironinya, masyarakat semakin terlena dengan hal-hal yang berbau kesenangan semata dan belum lagi dengan sajian yang disuguhkan dengan begitu menggiurkan sehingga masyarakat semakin lebih intens hidup dalam dunia maya dan melupakan dunia nyata.
                Jika kita terawang jaman dahulu kala, yang namanya penjajahan adalah suatu mimpi buruk bagi bangsa kita. Akan tetapi dalam konteks penjajahan yang dialami oleh ndonesia tentu berbeda dengan penjajahan era modern yang dimaksud dengan internet dan teknologi. Jika dulu penjajah bangsa ini adalah para penjajah yang jelas wujud dan rupanya, tapi yang terjadi saat ini, penjajah yang tampil adalah bukan mereka yang bersenjata lengkap lagi, namun mereka hadir dengan candu kesenangan dan kemalasan yang berwujud lebih absurd seperti halnya sosial media. Dampaknya, akan terjadi proses dehumanisasi yang bukan lain merupakan hal yang sama adanya dengan jaman penjajahan dulu.
                Kita beranjak pada proses dehumanisasi. Jaman penjajahan dulu memperlakukan manusia dengan sewena-wena, memperbudak, kekerasan, pemerasan, dan lain-lain dengan tujuan memiliki segala harta kekayaan negeri ini, lalu pada era modern jejaring sosial memperlakukan manusia yang lebih akrab berhubungan dalam dunia maya dibanding dengan hubungan dalam dunia nyata. Tentu saja hal tersebut merupakan upaya penghilangan nilai-niai kemanusiaan yang dengan disengaja dan terencana agar masyarakat modern cenderung pemalas, hura-hura, dan mudah untuk diadu domba. Hasilnya pun sama, sebagian kekayaan masyarakat berupa uang akan dengan mudah didapat oleh bangsa asing. Sementara itu, ditengah-tengah masyarakat yang hedon, kekayaan alam kita pun akan mudah diserapnya dengan memasang invenstor-investor asing di indonesia. Kalau harta perorangan sudah dirampas, harta alam pun dirampas, maka sama halnya dengan penjajahan dan pembodohan yang dilakukan jaman dulu. Hanya saja caranya lebih halus.
                Hal yang mengerikan lagi, pengguna internet di indonesia akan terus meningkat. Sesuai dengan targetan kementrian komunikasi dan informatika (kemenkoninfo) bahwa pada akhir tahun 2015, pengguna internet di indonesia diharapkan mencapai angka 150 juta pengguna atau 60 % dari jumlah penduduk yang didominasi oleh pengguna jejaring sosial lalu pengguna terbesarnya adalah kalangan remaja. Jumlah angka yang sangat mengejutkan. Bayangkan apabila jumlah segitu banyaknya, lalu semuanya terlibat aktif dalam hubungan jejaring sosial dan menghasilkan masyarakat modern yang meninggalkan dunia nyatanya, maka bangsa ini akan menjadi autis dibuatnya. Hal ini yang harus kita waspadai bersama. Dengan jumlah pecandu jejaring sosial yang besar, akan membuka ruang-ruang konflik horizontal yang dipicu oleh hal-hal sepele. Serta lama kelamaan akan berdampak pada kehidupan nyata.
Belum lagi kaum muda yang seharusnya menjadi tonggak penerus estafet kepemimpinan indonesia, akan menjadi kaku karena tidak dibiasakan interaksi di kalangan sosial. Bahkan dengan bantuan internet yang begitu instan, kenakalan anak muda akan mudah tersalurkan. Kebanyakan pemuda ketika disodorkan kesenangan paling diminatinya. Apa jadinya bangsa ini jika sebagian besar calon pemimpinnya seperti itu ?. Sebab banyak sekali pepatah yang menjadikan pemuda sebagai lambang kekuatan terbesar. Bahkan bapak Ir Soekarno pun berkata “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan ku ubah dunia.” Sudah sangat jelas peranan pemuda dalam membangun peradaban begitu besar. Maka harus ada inisiatif yang dilakukan kaum muda untuk menghadapi tantangan tersebut. .
Saya kutip perkataan mas Emha Ainun Najib atau Cak Nun seorang budayawan dalam kongkow budayanya, beliau mengatakan “bahwa bangsa indonesia ratusan tahun dijajah oleh asing, kita masih tetap tegar melawan dan sampai mencpai kemerdekaannya bukan karena didorong oleh peralatan pertempuran yang lengkap, akan tetapi karena kita dulu bersatu dan tidak mudah dipecah belah. Alat pengikatnya ialah budaya dan religius.”
                Pandangan saya, dulu kita dijajah tetap bersatu dan diketahui oleh bangsa asing bahwa persatuan bangsa ini diikat oleh budaya dan agama yang kental, maka diciptakanlah konspirasi baru dengan menyuguhkan internet yang didalamnya banyak hal-hal yang justru lebih membuat candu pemakainya, sehingga menimbulkan disintegrasi di setiap sektor, jauh dari perilaku agama dan melunturkan nilai-nilai kebudayaan. Sementara hura-hura, mencari kenikmatan sesaat, menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh bukanlah bagian dari nilai-nilai budaya kita. Bukan pula nilai-nilai religius yang diwarisi oleh pendahulu kita. Sehingga dengan mudah bangsa ini diutak-atik dan diadu dombakan. Singkatnya penjajahan dengan tujuan yang sama tapi memakai kendaraan dan cara yang baru.

                Sangat disayangkan apabila dijaman milenium ini kita justru terjebak oleh arus global. Karena akan mudah diadu domba. Akan tetapi kita juga jangan terlalu antipati pada arus global, karena konsekuensinya akan tertinggal informasi. Justru kita harus melek keduanya dan tentunya harus punya skala prioritas diantaranya. Hal-hal yang disebut diatas dapat dibendung hanya dengan keteguhan para pemakainya dalam nilai kebudayaan dan religius. Kalo tidak, maka lambat laun peradaban bangsa ini yang dibangun oleh pendahulu kita akan semakin terkikis dan yang mengerikannya lagi, peradaban macam apa yang akan kita berikan kepada anak cucu kita kelak.


Bandung 2015

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Pembelajar - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Tubagus Bakhtiar -